Berbekas di Hati

Rasullullah SAW bersabda, ”Barangsiapa yang suka apabila Allah membentangluaskan rezeki baginya dan memanjangkan umurnya, maka hendaklah ia bersilaturahim” (H.R Bukhari)


Ok, mari kita buktikan. Liburan kali ini mengantarkanku untuk bersilaturahim ke rumah orang tuaku di Kab. Tulang Bawang, Rawajitu Timur, Dipasena Citra Darmaja. Perjalanan yang cukup melelahkan, lebih lelah daripada perjalanan Lampung-Palembang. Tak masalah, toh itu semua bisa kulalui hingga detik ini aku bisa berada di rumah tercinta, tempat aku dibesarkan hingga duduk di bangku kelas 2 SMA.

Ya, kuputuskan untuk mengunjungi SD ku tercinta. Sekolah Dasar, yang benar – benar menjadi “dasar” ilmu ku, setelah pendidikan TK Dharma Wanita yang dulu pernah kukenyam. Di SD ini aku bertemu dengan beberapa guru – guru ku yan dulu pernah mengajarku. Canda, tawa, pertanyaan, komentar, dan beberapa obrolan lain terus saja kami lontarkan. Pertemuan ku kali ini memberi ku spirit baru bahwasannya BEKAS adalah hal yang tidak bisa kita sepelekan. Bukan bekasnya setelah dipakai, melainkan Bekas alias Kesan yang ditinggalkan.

Begini..

Mungkin masing-masing dari kita punya pengalaman yang berkesan terhadap gurunya, mulai dari bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Begitupun aku. Pertemuan ku kali ini dengan pahlawan tanpa tanda jasa ini, mengingatkanku pada sosok-sosok tangguh yang pernah kukenal, dan masih melekat hingga kini di ingatanku.

.....
Taman Kanak – Kanak – TK DHARMA WANITA

Waktu itu usiaku sekitar 4 tahun, usia yang masih cukup dini, dan pastinya tubuhku pun “dini”. J
Aku berkesan sekali dengan seorang guru bernama “Ibu Ani”. Ya, hingga kini ibu Ani masih sama, masih hangat denganku, masih selalu tersenyum memberikan doa yang tulus pada anak muridnya agar bisa sukses menjadi sosok yang bermanfaat untuk orang banyak. Terima kasih Ibu Ani, J .

Aku pun sudah lupa, namun sosok ini menceritakan kisah tentang ku sewaktu duduk di bangku TK. Ibu Ani bercerita..
‘ Dulu, Nora ini rambutnya masih dikit, -__-“ . Waktu kelas TK Nol Kecil, Nora datengin Ibu, bilang “Bu, tolong catetin Nora doa mau belajar ya Bu.” Saya bingung, wah anak ini masih kecil apa ia udah bisa baca? Kebetulan di meja saya ada majalah, saya tunjukin ke Nora. “Nora, coba kamu baca ini!” kataku. “Bla..bla..bla..” perlahan si Nora membaca. “Ya udah, sini Ibu tulisin doa mau belajarnya..” Yah, sampai akhirnya Nora harus Ibu Ani lepas untuk masuk SD duluan, daripada teman – temannya, karena ga sabar lagi mau masuk SD. ‘
*Terima kasih Ibu Ani, hingga kini doa itu masih ku gunakan untuk mengawali aktivitas belajarku J

.....
Sekolah Dasar – SD NEGERI 1 BUMI DIPASENA MULYA

6 tahun di SD ini banyak mengajarkanku tentang apa itu pertemanan, persahabatan, “suka-sukaan” haha, ya anak SD yang ada cinlok – cinloknya. J
Ya, sekarang baru sadar, kenapa anak kecil dilarang cinta-cintaan yang kelewat batas.. Ok! Itu pembelajaran! Lanjuut...

(alm) Pak Tris, sosok yang kukagumi
Yang paling berkesan adalah (alm) Bapak Sutrisno, Kepala Sekolah SD N 1 Bumi Dipasena Mulya dulu. Beliau sosok yang bersahaja serta bijaksana. Sedih, ketika tahu beliau sakit dan akhirnya meninggal dunia. Petuah beliau yang masih kuingat hingga kini adalah ketika perlombaan matematika dulu, “Nora, kamu harus menang! Bukan pasti menang. Karena kesuksesan adalah hal yang harus kamu perjuangkan, bukan sesuatu takdir yang malah membuatmu berleha-leha. Ingat HARUS, bukan PASTI!” Terima kasih Bapak, mental pemenang itu akan coba terus aku tanamkan dalam diri ini, sekali lagi, terima kasih Pak. J

.....
Sekolah Menengah Pertama – SMP Negeri 3 Rawajitu Selatan

Dua tahun di SMP ini, adalah waktu yang tidak lama bagiku, karena aku harus pindah sekolah ketika kelas III. Usia “rawan” kata kebanyakan orang. Benar! Usia ini usia rawan lagi nih cinta-cintaan, duuuh !
-_-“ *Tetep, masih sebagai pengamat setia dari kejauhan..haha (dasar Nora)!

Oke, lanjut ke ceritanya. Ketika SMP baru paham kalau ternyata pelajaran IPA IPS tidak sesempit itu, ada percabangan ilmunya. Misalnya IPA, ada biologi, kimia, fisika. IPS ada geografi, sosiologi, sejarah, ekonomi. Nah, pelajaran Ekonomi nih yang paling kuingat sampai sekarang. Kenapa? Karena gurunya! J

Ibu Niken namanya, beliau lah yang sangat berbekas di hatiku. Nora memang sosok yang nakal dari kecilnya, menginjak remaja pun tetap sama. Beliau pernah memintaku untuk menghadapnya ke kantor, tapi menitipkan pesannya melalui temanku. Celakanya, temanku lupa menyampaikannya pada ku, pesan itu baru kuterima keesokan harinya. Akhirnya karena tertunda sehari, aku pun dengan santainya mengulur-ulur waktu untuk menemui beliau. Terlambat sekitar 2 hari, aku pun berniat untuk menemui beliau sepulang sekolah. ***taraaaaaaaa*.  Belum sempat aku menemuinya, hari itu ada pelajaran ekonomi yang notabenenya Bu Niken akan masuk ke kelasku untuk mengajar. (Celaka!) Strategi pilih – pilih tempat duduk pun kulakukan dengan harapan nanti Bu Niken tidak melihatku di kelas dan marah karena aku belum menemuinya. Apa yang terjadi? Gagal! Gagal karena tidak ada teman – teman ku yang mau bertukar tempat duduk dengan ku. Yah, bangku nomor dua dari depan adalah posisi strategisku untuk tewas dimarahi beliau! Tepat! Apa yang kukhawatirkan menjadi nyata! Nyata!

Benar saja, baru saja beliau menghempaskan badannya untuk duduk di kursi guru kelas, beliau langsung memanggilku. “Nora! Maju sini!”, ujarnya. Gemetaran badanku melangkahkan kaki ke depan kelas. -_-‘ “Kenapa kamu tidak datang ke kantor menemui Ibu? Dari kemarin ibu tunggu, sombong sekali kamu!”. Aku tertunduk, malu di hadapan puluhan teman – temanku, “maaf Ibu, maaf, saya baru tahu kalau Ibu memanggil saya, kemarin. Maaf karena saya tidak langsung segera menemui Ibu”... Bla bla bala....

Panjang aku dimarahi beliau di depan kelas itu, dua buah kelopak di mata cukup lemah untuk bisa menahan air bah yang memaksa keluar, *byuuuur banjir wajahku karenanya. (haha, dasar Nora!) Yak, setelah puas memarahiku, dan aku sudah meminta maaf, Ibu Niken pun menyuruhku untuk kembali duduk.

Bukan menjadi takut, sejak itu aku makin mencintainya..hehe. Ya, aku makin mencintai Bu Niken, karena setelah kejadian itu beliau meluruskan apa yang terjadi di depan teman- temanku. Beliau mengatakan bahwasannya kejadian ini tidak perlu ditiru oleh anak – anak yang lain, Nora tidak sepenuhnya salah. Sebenarnya Ibu Niken tidaklah membenciku, tidak sama sekali! Beliau ingin menanamkan kepadaku bahwasannya menghargai orang lain adalah mutlak yang perlu kita lakukan! Menghargai ketika orang lain membutuhkan pertolongan kita, bukan hanya dilakukan dengan membantunya kapanpun, tapi membantunya SESEGERA MUNGKIN. Ya, kini aku mengerti Ibu, terima kasih J Aku bahagia ketika tahu bahwa kini Ibu bangga terhadapku, walaupun dulu aku pernah mengecewakanmu. Terima kasih Ibu J

.....
Sekolah Menengah Pertama – SMP Negeri 1 Palembang

Ini menjadi masa transisiku dalam berkarya. Aseeeek! J ya, aku pindah ke sekolah ini saat kelas III SMP. Label “anak baru” terus saja melekat pada diriku selama menyenyam pendidikan di sini. “Siapa itu?” , “Anak baru, pindahan dari Lampung” kata teman sekelasku.

Berhubung anak baru, aku pun menjadi sorotan oleh guru – guru yang mengajarku. Pilihan guru yang paling berkesan bagiku, jatuh kepada Ibu Jalalah, guru matematika, yang sangat menawan. Selain terkenal menawan dalam caranya mengajar matematika, ibu ini juga selalu “menawan” murid – muridnya yang tidak bisa mengerjakan soal – soal darinya. Ya, menawan! Menawan muridnya dengan sebuah puntiran cubitan yang bisa singgah di pinggang, di telinga, atau yang lebih menawan adalah cubitan di rambut muda yang baru tumbuh. Aaaaww! Lezaaat /_\

Aku yang statusnya masih anak baru pun, tidak mau kalah! Aku tidak mau dicap anak baru bodoh. Dengan semangat kemerdekaan, kucoba sekuat tenaga mengerjakan soal-soalnya. Yak, senyum ku menukik setiap kali mampu mengerjakan soal darinya. Hinggaa.....
“Sepandai-pandainya tupai melompat adakala nya jatuh juga!” Aku pun sama! Hingga suatu kali aku gagal menyelesaikan soalnya, dan tanpa banyak tanya, “Aaaaaaaw!”, teriakku pun ketika cubitan menawan hinggap di pinggang kananku. Haha. Ya, kini giliranku !

Rasa sakitnya kini sudah hilang Bu, tapi rasa terima kasihku yang hingga kini akan terus aku berikan padamu Ibu Jalala, karena atas bekal ilmu yang Ibu berikan hingga aku bisa terus melanjutkan studi demi cita – citaku. J Terima kasih Ibu J

.....
Sekolah Menengah Atas – SMA Negeri 1 Palembang

Tak pernah ada penyesalan dihatiku walau pun aku gagal untuk diterima di sekolah Taruna Nusantara yang dulu menjadi impianku. Di sini pun aku bisa lebih memaknai hidup dan beroleh banyak pelajaran yang menjadi bekalku hingga kini.

Di SMA ini, kenakalanku kian menjadi, dari mulai ikut organisasi sana sini, minggat jam pelajaran dengan alasan organisasi, hingga pulang petang juga karena alasan organisasi.. (^^) Maaf, tapi aku pastikan semua langkah yang ku ambil bisa kupertanggug jawabkan. Kenakalan ini pun mengkhawatirkanku, apakah bisa aku melanjutkan studiku di bangku kuliah?

Walaupun aku paham sepenuhnya bahwa Allah lah yang punya peran besar dalam pencapaian cita kita. Alhamdulillah, Allah masih memberiku kesempatan untuk bersyukur, upayaku yang kuanggap jauh dari kata sempurna menjadi bukti bahwa aku harus menggunakan kesempatan belajar ini sebaik-baiknya.

SMA menjadi masa remajanya setiap orang, rasa ingin tahu yang begitu besar mendorongku untuk jumpalitan di beberapa organisasi sekolah. Perlahan dan menyakitkan, itulah yang kurasakan di organisasi ini akibat sifat burukku. Perlahan aku mulai dijauhi dan perlahan pula saudara - saudara (sebutan rekan seorganisasiku) memperbaiki sifatku. Ya, ada tradisi FORUM yang sangat aku rindukan lagi kini. Sebuah forum yang benar – bemar mem-forumkan sifat masing – masing anggotanya. Tidak ada kepalsuan, apalagi kebohongan. Semua diungkap, semua dinyatakan, tanpa ada yang ditutup-tutupi. Tujuannya adalah sebagai bahan introspeksi diri atas sifat – sifat dan perbuatan yang pernah dilakukan saudara-saudaranya. Tujuannya bukan untuk mempermalukan, walaupun pasti ada yang dibuat malu semalu – malunya di situ!

Pun aku. Forum kali ini tertuju pada ku, semua mengeluhkan sifat burukku. Egois! Ya, Nora yang egois! Tidak perlu kuceritakan betapa buruknya sifatku, pasti teman – teman juga punya teman yang egois sepertiku. Menangis? Ya, aku menangis sejadi – jadinya, seperti anak bayi yang ditinggal ibunya pergi. Haha, sudahlah! Intinya, tekadku sejak itu bulat! Memperbaiki sifatku adalah jalan keluarnya, meminta maaf kepada rekan-rekan yang sempat tersakiti adalah pemulus jalanku, pemulus jalanku ketika aku telah tiada nanti. Maafkan aku teman-teman, maafkan aku atas sifatku yang mungkin pernah menyakitimu :”) 

Aku sadar bahwasannya ada hati di setiap raga, ada hati yang punya rasa yang harus dijaga, ada hati yang butuh pertolongan di setiap lakunya, ada hati yang butuh kasih sayang dari saudaranya, pun aku! Terima kasih atas ilmu kehidupan yang telah saudara – saudara beri! J

Itulah yang kurindukan, kejujuran bukan kemunafikan. Ketulusan dalam bersaudara. Memperbaiki laku saudaranya yang kurang tepat, bukan menghujatnya! Sabar mencontohkan hal yang baik yang harus ia perbaiki, bukan menjauhinya! Terus mengingatkan ketika ia lupa akan perilaku nya yang kurang baik, bukan mencemoohnya! Semoga kita adalah orang – orang yang mengupayakan kebaikan bagi sesama, karena sesungguhnya tidak ada manusia yang sempurna. Semua kita pernah punya kesalahan, dan yang harus kita lakukan adalah memperbaikinya.

Aku sampai lupa untuk menceritakan guruku... J

Ya, guru Fisika, Bapak Siddiq menjadi guru teladanku. J
Tidak usah bingung, alasannya tetap sama, karena kenakalanku lah yang menjadikanku dekat dengannya. Pak Siddiq pasti ingat dengan muridnya yang satu ini. Ketika itu aku hendak ke kelas setelah dari kantin, tapi jalannya lewat belakang kelas. -_-“ (maklum, anaknya agak pemalu, jadi malu kalau lewat depan). Yak, waktu itu ternyata Pak Siddiq juga lagi ada di belakang kelas sedang menatapi tembok kelas yang penuh coretan pilox. *tsaaaaaap, mata nya menoleh dengan bingar kehadapanku. Aku sontak kaget, karena pasti beliau menyangka itu ulahku.

“Sini kamu!” katanya
“A..ada apa Pak?” aku masih bingung.
“Kamu ya yang coret – coret tembok ini?” tanyanya
Aku menggeleng, masih saja ketakutan.
“Oooh, kamu anak OSIS itu kan, yang ngadain lomba karikatur pake pilox..? Kalo gitu kamu yang tanggung jawab beliin cat untuk bersihin tembok ini lagi.” Masih saja beliau terus marah.
“Maaf pak, bukan saya yang mencoret. Memang benar OSIS yang mengadakan lomba itu, tapi Pak...” aku dengan gaya nge-lesku. -_-“
Pak siddiq terus saja memperhatikanku sambil melihat name tag yang kukenakan, berusaha menangkap identitasku, seperti polisi yang sedang mencari barang bukti.
Aku terus saja melanjutkan, “...ia pak, kami memang yang mengadakan lomba. Tapi apakah mungkin kami juga dari OSIS yang harus mengganti kerusakan tembok karena pilox siswa yang tidak bertanggung jawab? Rasa nya tidak Pak. Bukankah ini sudah menjadi tugas sekolah untuk memperbaiki kerusakan sarana yang ada. Ke mana uang pembangunan yang sudah kami bayarkan, Pak?”
Sambil membalikkan name tag yang kukenakan, “Nama kamu siapa?”, ujarnya.
“Nora, Pak!” *tewas rasanya ketika tahu bahwa dia pasti akan mengingatku dan melaporkannya ke kepala sekolah.
“hmmmmm...”, bergumam sambil meninggalkanku yang masih terpaku, mencoba mengingat-ingat apa yang baru saja aku katakan, kalau – kalau ada yang salah. -__-“

..................................beberapa minggu kemudian...................................

Aku mencoba melupakan pengalaman buruk itu, dan harapanku beliau juga melupakanku. Ternyata tidak! Aku terus saja diingatnya, hingga akhirnya aku terjebak di suatu ruangan yang dihadiri oleh kepala sekolahku, beliau, dan wali kelasku. Aku yang awalnya ada di ruangan itu karena meletakkan buku tulis untuk dikumpulkan di meja wali kelasku, dicegat oleh beliau, untuk tetap di ruangan itu.

“Bu, ini nih anak yang kemaren nanyain duit pembangunannya. “ ujar beliau.
“Duit pembangunan apa Pak? “ tanya Kepala Sekolahku yang adalah seorang wanita.
Yak, habislah aku diguraui beliau di ruangan itu. Hingga akhirnya aku pun dipanggil oleh Pak Siddiq untuk menemuinya seorang diri.
Maafkan saya pak, bukan maksud saya untuk su’udzon atas uang pembangunan sekolah ini, tetapi saya hanya memperjuangkan hak saya untuk tidak menerima apa yang bukan menjadi tanggung jawab saya. Saya tidak melakukan pencoretan itu, kenapa harus saya yang bertanggung jawab. Saya meminta maaf Pak, kalau saya membuat Bapak tersinggung” saya masih saja membela diri.

Kemudian Pak Siddiq pun menjelaskan bahwa ia telah memaafkan saya dan mengingatkan saya untuk tidak lagi berlaku seperti itu. J Ternyata sejak kejadian itu , membuatku dekat dengan beliau, beliau terus memberikan support dan nasehat untukku, hingga akhirnya aku diterima di Universitas Lampung. Terima kasih Pak J Maafkan saya yang nakal dan kurang memiliki sopan – santun. Saya berjanji untuk memperbaiki sifat saya. Terima kasih Pak atas pelajaran berharga yang Bapak beri. J

.......................

Semua guru adalah berharga! Semua guru memberiku banyak pelajaran, pelajaran yang menjadi bekalku hingga kini. Semua guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Terima kasih untuk semua guru yang telah mengajariku, hanya ucapan terima kasih yang bisa kuhaturkan pada kalian semua. Kalian yang tidak bisa aku abadikan dalam tulisan ini satu per satu. Kalian yang sudah berbekas di hati ini. Kalian yang masih dan akan terus ku kenang jasanya. Kalian yang sungguh luar biasa pengorbanannya, mengabdi demi anak didiknya.

Sungguh, hanya rasa kagum pada kalian guruku, rasa ini lah yang sulit sekali aku gambarkan di sini, rasa banggaku pada kalian. Aku sungguh berbangga sekaligus haru, ketika mengingat kalian, kalian yang sosoknya semakin bersahaja, di tengah muridnya yang entah di mana keberadaannya. Kalian yang masih terus mengabdikan dirinya, di tengah muridnya yang juga terus belajar, menggapai cita. Sosok kalian tetaplah sama! Sedangkan kami, apakah masih sama? Apakah masih mengingatmu? Ya, sosok kalian akan tetap ku kenang.. Kami kenanga kalian sebagai tenaga penDIDIK, ya pendidik jiwa kami agar lebih matang dalam menghadapi hidup menggapai cita...!

Terima kasih Bapak Ibu Guru di mana pun kalian berada! Doakan anak muridmu agar bisa menggapai citanya, menjadi sosok yang memberi manfaat bagi sesama, seperti kalian! Terima kasih ! J