Derapkan Langkah


Waktu terus saja berputar searah jarumnya, tak terasa sudah 20 tahun 8 hari usia ini. Entah sampai kapan usia ini akan berakhir, ntah kapan waktu dinyatakan habis bagi kita untuk hidup di dunia. Manusia hanya bisa mempersiapkan segala sesuatunya agar menjadi maksimal, termasuk pemanfaatan usianya selama hidup di dunia.

Ada banyak kemungkinan dalam hidup. Kita hanya bisa merencanakan dan kemudian penentuan ada di tangan-Nya melalui tangan – tangan kecil-Nya di dunia. Ada banyak pilihan hidup bagi kita, menjadi biasa atau luar biasa. Semua adalah hasil dari langgam kita.

Dalam waktu empat puluh hari ini aku mulai banyak belajar, belajar akan makna kehidupan dan makna pendidikan. Tujuh hari sudah berlalu, dan tak akan kubiarkan berlalu begitu saja. Karya akan kami cipta demi keutuhan dan pengembangan masyarakat di desa ini.

Sekarang aku mulai paham, pemanfaatan waktu dalam hitungan tahun, bulan, minggu, hari, jam, bahkan per detiknya. Semua akan menentukan warna yang kita buat. Pencampuran warna – warna itu akan menjadi sebuah karya baru yang biasa atau luar biasanya adalah hasil dari tangan – tangan pembuatnya.

Satu hari yang biasa aku lalui di tempat lain tentunya akan berbeda dengan yang kita lakukan di sini. Sebagai mana empat puluh hari terdahulu, sebelum aku KKN itu adalah waktu yang sebentar. Cukup banyak waktu yang tidak termanfaatkan dengan sempurna. Namun tidak dengan empat puluh hari berada di desa ini. Setiap waktunya adalah berharga, setiap waktunya karya kita dinantikan, setiap waktunya banyak laku yang bisa dibuat, banyak pekerjaan yang perlu diselesaikan. Semua demi kemaslahatan orang banyak.

Pun dalam hal pendidikan. Di sini aku banyak belajar bahwa pendidikan adalah hal mutlak yang menjadi pondasi seseorang dalam mengarungi hidup. Pendidikan umum melalui bangku sekolah, maupun pendidikan agama. Pendidikan umum banyak membantu pelajarnya untuk membuka wawasannya bahwa banyak ilmu – ilmu yang memang harus dipahaminya untuk mengarungi hidup yang tidaklah stagnan ini. Kemudian melalui pendidikan agama, wawasan itu pun selanjutnya dikokohkan melalui syariat Islam agar kita mampu melangkah di dunia ini dan tetap pada pondasi kokohnya-Islam.

Merubah mindset yang kemudian disebut – sebut telah mengakar pada diri mereka. Mengubah mindset yang butuh energi dan perhatian besar agar masyarakat peduli terhadap dirinya sendiri. Merubah mindset untuk tidak bergembira ketika kita disebut kekurangan. Namun menjadi mindset malu ketika tangan berada di bawah. Bukankah Rasullulloh mensyariatkan pada kita bahwa tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah. Aku rindu itu, aku rindu kondisi  di mana bangsa ini punya motivasi untuk bangkit, bangsa ini punya husnudzon yang baik pada kemampuan bangsanya sendiri. Bangsa ini punya optimisme yang luar biasa untuk mengalahkan paradigma negatif yang tumbuh berkembang di masyarakat.

Aku malu pada diriku sendiri, aku malu pada diriku yang acapkali sibuk dengan diri sendiri, sedangkan pada kenyataannya masih sangat banyak orang – orang di sekitar kita yang butuh bantuan untuk keluar dari belenggu ini dengan segenap permasalahan kehidupannya. Kesimpulan ku tetap sama, semua itu bertumpu dari ilmu mereka, pendidikan serta agama.

Optimisme ini pun kian berkembang, setelah aku sadar bahwa pergerakan ini ibarat lingkaran kehidupan yang akan terus bergulir mulai dari anak – anak hingga mereka mendewasa dengan kekompleksan permasalahannya.

Memotong lingkaran setan itu kemudian mencoba membenahinya mulai dari bawah. Anak – anak menjadi salah satu targetan utama ku dalam perjuangan ini. Memberi pemahaman kepada mereka tidaklah instan. Butuh waktu agar mereka semua paham dan menyadari bahwa apa yang kami berikan itu amatlah berguna bagi mereka walaupun kondisinya mereka belum paham.

Menetes bulir air mata ini, ketika mendengar santriwan santriwati desa ini begitu antusiasnya untuk menuntut ilmu. Alangkah mirisnya ketika bangunan masjid terus kokoh berdiri di setiap RK, sementara jamaah pun kian rapuh dari waktu ke waktu. Betapa besar semangat anak – anak ini untuk terus menuntut ilmu walaupun sebenarnya mereka belum paham keadaan orang dewasanya yang meluntur semangatnya seiring merapuhnya bangunan suci ini.

Menjadi sebuah cambuk pengingat bagiku, bahwasannya banyak karya yang bisa kita ukir, dari manapun asal kita, apapun modal yang kita miliki termasuk materil dan non materil. Semua tidak bisa menjadi alasan kita untuk terbatas dalam berkarya. Yang menajdi prinsip bahwasannya karya kita bukanlah suatu yang prestisius di mata manusia, tapi jauh lebih mulia daripada itu semua – prestisius di mata-Nya.

Ada banyak impian besar hidup yang juga butuh semangat yang besar. Kalo kata om ippho,
Impian anda boleh besar, tapi mulailah dengan aksi kecil.
Ya, langkah akan segera diderapkan!