Memang, jalan menuju kebahagiaan itu perlu kerelaan diri dan keikhlasan hati untuk siap mengarungi arenanya. Arena hidup!
Terbayangkan anda, kita ini berada di suatu arena. Bayangkan saja arena sepakbola ini, ambillah sebuah peran.
Pilih, misalkan kita berada pada posisi seorang pemain bola di sana. Ketika anda meyakini takdir, maka masing - masing pemain akan berusaha keras untuk menciptakan sebuah gol yang kemudian akan meningkatkan peluangnya untuk menang.
Tapi bayangkan juga ketika pemain tidak meyakini takdirnya, mereka akan setengah hati untuk bertanding karena merekan juga tak memiliki motivasi untuk memenangkan pertandingan ini.
Haru! Haru sekali rasanya ketika tahu bahwa memang segala yang ada di bumi ini beserta isinya, dan makhluk ciptaannya termasuk manusia, semuanya telah Alloh tetapkan, dan semua akan berjalan sebagaimana mestinya, dalam kuasa-Nya
Surat an-Nazi'at ayat 27-33 :
"Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah Telah membinanya, Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, Dan dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.”
Besar karunia-Nya, nyata janji-Nya, dan jelas pedoman-Nya, namun mengapa masih belum menempatkan IMAN di dada sebagai tonggak dalam melangkah? Mengapa bukan keikhlasan yang dipilih hanya karena-Nya yang dijadikan acuan dalam laku dan tindak kita? Mengapa masih menyelipkan kata - kata bernada bukan seorang ksatria ketika mengambil keputusan?
Belajarlah! Belajarlah untuk semakin dewasa dan semakin mantap ketika memutuskan sesuatu, sesuatu yang mungkin bagi orang lain bukanlah apa - apa. Tapi bisa jadi itu adalah keputusan luar biasa dalam hidup kita..
Toh, kita hidup karena keputusan yang kita ambil kemarin. Apalagi untuk esok hari...Banyak yang akan kita putuskan dan menjadi tanggung jawab kita sepenuhnya. Ilmu yang kita peroleh juga adalah keputusan kita untuk menerimanya, lalu mengapa belum diamalkan? Harta yang kita peroleh dari orang tua kita adalah suatu amanah dari mereka kepada kita untuk digunakan dengan baik, mengapa ragu untuk menyedekahkan? Kekuatan dan kesungguhan yang kita punya untuk mengejar asa kita, merupakan suatu power besar yang kita punya bagi diri kita sendiri, mengapa tidak ditularkan pada yang lain?
Mengapa kita hanya sibuk dengan "permainan" kita sendiri tanpa peduli dengan orang - orang di sekeliling kita. Mungkin banyak pihak yang terlupakan menurut mereka, namun kita tahu bahwa kita sebenarnya hanya mengesampingkan mereka di balik aktivitas kita yang kualitasnya pun masih dipertanyakan. Jangan sampai tindak - tanduk kita sehari - hari hanya menghabiskan energi sendiri, yang hasilnya pun belum tentu mampu memulihkan energi kita. Alangkah luar biasanya ketika energi kita berkurang untuk membangun diri kita, juga orang lain, lalu ketika kita lemah, maka mereka lah yang akan sama - sama membantu memulihkan energi kita menjadi lebih hebat dari sebelumnya.
Prinsipnya sama:
مفاتيح للخير مغاليق للشر و إن من الناس مفاتيح للشر مغاليق للخير ، فطوبى لمن جعل الله مفاتيح الخير على يديه ، و ويل لمن جعل الله مفاتيح الشر على يديه “
Dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda, ‘Sesungguhnya diantara manusai ada yang menjadi kunci-kunci pembuka kebaikan dan penutup keburukan. Dan diantara manusia ada pula yang menjadi kunci-kunci pembuka keburukan dan penutup kebaikan. Maka beruntunglah orang yang Allah jadikan kunci-kunci kebaikan di tangannya dan celakalah bagi orang-orang yang Allah jadikan kunci-kunci keburukan di tangannya”.Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (237) dan dihasankan oleh Al-Albany di Shohih Sunan Ibnu Majah (194).
0 comments:
Post a Comment