"Masuk....silahkan duduk pak, bu.." (si ibu menggandeng suami dan anaknya, lalu mereka duduk).
"Apa pak keluhannya?"
"Apa pak keluhannya?"
Si Bapak menatapku, dan menceritakan.
"Saya pusing dok, kepalanya berat sekali. Yang sebelah kanan ini dok kayak ngenyut ngenyut gitu.."
"Saya pusing dok, kepalanya berat sekali. Yang sebelah kanan ini dok kayak ngenyut ngenyut gitu.."
Sebentar....aku memandangi si bapak, ada yang kurang pas. Bapak ini tatapan matanya tidak menuju ke arah mataku..tapi berbelok sedikit beberapa derajat di sebelahku.
Tampaknya bapak ini tuna netra.. kubiarkan ia melanjutkan ceritanya, karena nampaknya kedatangannya berobat kali ini untuk keluhan yang lain.
Perawakannya sederhana, bertubuh sedikit gempal, dengan alas kaki dan kaos oblong. Ia ditemani istrinya yang juga masih muda, kurang dari 35 tahun usianya. Keduanya seperti menyimpan sesuatu yang hendak ditanyakannya kepadaku. Lalu setelah selesai mereka menceritakan keluhan sakit kepala, akhirnya kuberi mereka kesempatan bertanya.
"Baik pak, ada yang ingin ditanyakan?"
"Sebenarnya gini dok, ada yang mau saya tanyakan. Saya ga tau ini berhubungan tidak dengan penyakit saya. Dokter kan orang medis, saya mau minta pendapat dokter."
"Oh boleh pak, tentu.. bagaimana pak?"
"Dok, mata saya ini buta. Ga bisa liat dua duanya sejak 2013. Awalnya mata yang kiri aja dok. Setelah 9 bulan akhirnya mata kanan saya juga ga bisa lihat juga dok."
"Ia bisa diceritakan pak awal mulanya gimana?"
"Saya ini buruh swasta dok. Tahun 2013 itu saya memang ngerasa ada yang aneh dengan mata kiri saya. Saya ngerasa pusing yang hebat. Sakit kepalanya luar biasa hampir 1 tahun. Nah penglihatan mata saya juga kok kaya pake teropong. Saya lihat rumah atau apapun, yang terlihat kok kecil banget dok. Persis kaya pake teropong. Makin lama makin sempit penglihatan mata kiri saya."
"Sudah dibawa berobat pak selama satu tahun itu?"
"Sudah dok, saya bawa ke dokter mata X, saya dikasih obat tetes mata dan obat minum yang banyak sekali. Kalau pagi saya harus minum 10 butir, malam hari juga saya minum 10 butir lagi pilnya. Tapi bukannya sembuh malah mata saya makin sempit penglihatannya dok. Sampai akhirnya ga bisa lihat sama sekali."
Ekspresi pasien mulai berubah, nampaknya ia belum menerima sepenuhnya keadaannya saat ini. Ia lalu melanjutkan ceritanya.
"Dokter mata X ini bilang, udah gapapa pak santai aja. Saya juga punya temen yang pernah sakit kayak bapak ini, asal bapak rajin berobat, rajin kontrol insyaAlloh sembuh. Tapi dok udah puas saya berobat di situ, sampe uang saya mau habis tapi ga ada perubahan. Kenapa ya dokter itu malah nenangin dengan bilang ga papa. Seharusnya kan dokter bilang aja kalau mata saya ini bisa buta, jadi ga terkesan menenangkan dan kasih harapan ke kami."
Istrinya kemudian menambahkan, "Ia dok, udah puas banget kami berobat di situ. Uang juga hampir habis. Suami saya jelas selama hampir setahun berobat, ga bisa kerja dok. Saya cuma bisa bantu cari nafkah keluarga dengan menjual gorengan. Tapi saya dan suami tetep mau cari pengobatan lain. Akhirnya kami memutuskan untuk pindah ke rumah sakit mata. Dengan dokter mata Y ini kami dimarahi, mengapa datang kemari terlambat. Ketika suami saya berobat ke dokter Y, mata kiri suami saya sudah ga bisa liat apa apa lagi dok. Melihat cahaya pun ga bisa. Nah sekarang kok tiba tiba mata kanannya juga mengalami hal serupa dengan mata kiri."
Pasien kemudian kembali mencoba menatap saya, walau tentu sudut pandangnya tetap tidak tepat ke arah saya. "Setelah itu akhirnya saya diputuskan untuk dioperasi mata kanannya. Kata dokter Y mata kiri saya sudah tidak bisa ditolong lagi. Yang bisa kita usahakan adalah memaksimalkan pertolongan untuk mata kanan bapak. Saya dan istri tentu saja menyetujui karena khawatir mata kanan saya juga bisa buta. Tapi dokter tahu apa yang terjadi? Selang 9 bulan, mata kanan yang sudah dioperasi pun akhirnya buta total. Saya didiagnosa glaukoma absolut mata kanan dan kiri."
Saya coba menganalisa kasus ini dengan keterbatasan informasi yang saya dapat. Saya coba menenangkan mereka, menjelaskan tentang penyakit yang bapak ini alami dengan keterbatasan ilmu yang saya miliki.
Saya mengerti kekecewaan bapak dan ibu. Mungkin bapak dan ibu tidak puas. Menganggap kenapa mata kiri bapak tidak segera dioperasi oleh dokter X..? Kenapa dokter X malah menenangkan bapak dengan bilang, udah gapapa pak, asal rajin kontrol bapak bisa sembuh? Kenapa dokter X ga pernah bilang kalau mata bapak prognosisnya bisa menjadi buta? Kenapa mata kanan bapak setelah dioperasi oleh dokter Y malah kemudian mengalami hal yang sama dengan mata kiri..? Dan mungkin ada banyak pertanyaan lain yang belum terjawab oleh bapak ibu dan keluarga.
Yang perlu kita pahami bahwa rasanya tidak mungkin ada dokter yang dengan sengaja ingin mencelakakan pasiennya. Tentulah dokter ingin memberikan pengobatan yang terbaik yang mereka mampu berikan untuk pasiennya. Dua orang dokter saja ketika mengobati pasien dengan diagnosa yang sama, mungkin saja ada perbedaan dalam terapi. Dokter A memberi obat A, dokter B memberi obat B. Mereka punya pertimbangan masing - masing dalam menangani kasus tertentu. Yang membedakan adalah pengetahuan, kemampuan, dan sumber daya yang dimiliki oleh dokter maupun rumah sakit tempat dokter bekerja. Jelas, prinsipnya sama. Mengatasi penyebab penyakit. Tujuannya sama, kesembuhan pasien.
Mengenai glaukoma absolut yang bapak ceritakan tadi, sangat wajar jika dokter Y mengoperasi mata kanan bapak. Karena bisa jadi tekanan bola mata kanan bapak saat itu juga sangat tinggi, sehingga untuk mencegah kerusakan saraf mata permanen, dilakukan operasi untuk menurunkan tekanan bola mata. Nah kenapa mata kirinya tidak dioperasi? Saat itu tajam penglihatan mata kiri 0, dan saraf mata sudah atrofi atau rusak permanen, sehingga tidak ada manfaatnya untuk mengoperasi mata kiri."
Bapak dan ibu mengangguk pelan, mencoba merenungi apa yang telah terjadi. Sangat berat tentu ujian mereka. Anak mereka yang masih balita, tentulah perlu dinafkahi, perlu mengenyam pendidikan yang layak, perlu bermain dengan ayahnya seperti temannya, juga perlu diantar ayahnya pergi sekolah.. Tapi bagaimana sekarang itu semua bisa dilakukan? Aah, sedih memang.
"Mmm. Pak saya paham bahwa tidak mudah untuk menghadapi ini, tidak gampang memang untuk menerima. Tapi tetap berusahalah pak, bu. Anak bapak dan ibu jelas masih sangat butuh kasih sayang kalian. Saya memang tidak bisa memberi jalan keluar, tapi saya optimis bahwa ke depannya bapak beserta keluarga bisa melanjutkan kehidupan dengan baik, dengan keterbatasan yang tentu bapak miliki. Yakinlah ada hikmah besar yang telah Alloh siapkan untuk hamba-Nya yang senantiasa bersabar menghadapi ujian yang Ia berikan."
Ditulis di atas bus menuju kampung halaman,
Senin 13 Juli 2015. 4:02 pm
26 Ramadhan 1436 H.
~Cerita pasien kemarin malam.
0 comments:
Post a Comment