Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung menjadi tempat kami untuk menimba ilmu kedokteran jiwa. Ruang rawat inap di rumah sakit ini berbeda dengan ruang rawat inap di rumah sakit umum. Di sini, ruangan untuk menampung pasien yang tidak kurang dari 40 orang, merupakan suatu ruangan besar yang terdiri dari ruang tengah, ruang tidur, dan kamar mandi. Semua pasien dimasukkan dalam 1 ruangan ini. Ruang tengah berisi meja - meja yang terbuat dari bahan besi, dengan kursi yang menempel dengan meja. Meja dan kursi ini didesain khusus untuk pasien - pasien rawat inap. Ukurannya cukup besar, dan cukup berat untuk diangkat. Mungkin ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan mereka. karena kebanyakan adalah pasien dengan gangguan Schizofrenia yang bisa mengamuk kapanpun, sehingga tidak diperkenankan ada barang - barang yang dapat membahayakan mereka. Jadi semua perkakas dibuat seaman mungkin, agar tidak membahayakan mereka.
Salah satu tugas di bagian ini adalah membat case report. Pasien laporan kasus yang aku ambil adalah seorang pasien rawat inap ruang Kutilang, ruang khusus pasien laki - laki yang sudah tenang atau sudah stabil. Kasus yang kuambil adalah gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat (NAPZA).
Penggunaan NAPZA meliputi berbagai kalangan, mulai dari kelas teri yang nge"Lem", ngisep sampai kelas hiu yang make jarum suntik. Aiih, kalau menceritakan mereka, bisa campur aduk rasanya, kesal karena tindakan keliru yang mereka lakukan berulang - ulang, di sisi lain sedih juga prihatin dengan perubahan mental dan perilaku mereka akibat pengaruh obat - obatan tersebut.
Sebut saja Tn. F, usia 30-an tahun. Pasien diantar keluarganya ke RSJ Provinsi Lampung dengan keluhan ketakutan akan dibunuh. Pasien merasa seperti dimata-matai oleh banyak orang untuk dicelakai. Keluhan seperti ini sudah dirasakan sejak 4 bulan yang lalu. Ia juga pernah mendengar suara – suara yang mengancam dirinya, suara tersebut didengar ketika sadar. Namun tidak melihat ada orang yang membisikkan suara tersebut.
Pasien juga merasakan sulit tidur malam hari dan sering marah – marah dengan cara memukul meja atau membanting barang. Tindakan ini dilakukannya secara sadar, sulit ia kontrol dan merupakan cara untuk meluapkan emosinya.
Ia menjadi lebih curiga terhadap semua teman dekatnya. Ia merasa teman – temannya sudah tidak dapat dipercaya lagi karena telah mempengaruhi istrinya agar pergi meninggalkan rumah. Empat bulan yang lalu istri pasien pergi dari rumah tanpa izin, hingga saat ini tidak pernah kembali dan tidak pernah menghubunginya serta kedua anaknya. Sejak saat itu, ia menjadi pendiam dan sering sulit mengontrol emosi.
Pasien menceritakan bahwa untuk melampiaskan emosinya, ia memakai narkoba jenis sabu – sabu yang digunakannya 1 hari sebelum dibawa ke rumah sakit. Sabu tersebut digunakan dengan cara dihisap dan diperoleh dari teman di kampungnya. Menurut pasien selama 4 bulan terakhir dorongan untuk memakai sabu semakin kuat, sehingga pasien menggunakan sabu hampir setiap minggu.
Uniknya, diagnosa psikiatri tidak hanya satu buah diagnosa. Di bidang psikiatri atau kedokteran jiwa, ada yang dinamakan evaluasi multi axial, jadi kita mendiagnosa suatu penyakit secara holistik. Dikenal istilah Axis atau sumbu dalam kedokteran jiwa.
Axis I menggambarkan gangguan klinis dan faktor lain yang menjadi fokus perhatian klinis.
Axis II menggambarkan ciri kepribadian
Axis III menggambarkan kondisi medik umum
Axis IV menggambarkan masalah psikososial dan lingkungan
Axis V menggambarkan peniaian fungsi secara global
(PPDGJ III)
Pada pasien tadi, diagnosis Axis I nya,
Berdasarkan data-data yang didapat memelalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan rekam medik, tidak ditemukan riwayat trauma kepala, demam tinggi atau kejang sebelumnya ataupun kelainan organik. Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis gangguan mental organik (F.0).
Dari anamnesa didapatkan riwayat penyalahgunaan obat berupa penggunaan NAPZA jenis sabu sejak tahun 2009 dan terakhir pemakaian adalah 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Hal ini dapat menegakkan diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F.1).
Pasien menggunakan NAPZA sabu. Sabu merupakan NAPZA golongan amphetamine-type stimulants atau ATS. Hal ini dapat menegakkan diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat stimulansia lain termasuk kafein (F15).
Ada pula keinginan kuat atau dorongan yang memaksa (obsesif) untuk menggunakan zat psikoaktif, kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, dan tetap menggunakan zat (sabu) meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan kesehatannya. Tiga dari enam gejala dapat terpenuhi, sehingga hal ini dapat menjadi dasar diagnosa sindrom ketergantungan (F15.2)
Selain itu, belum jelas didapatkan gejala-gejala fisik seperti mual, muntah, sesak nafas, nyeri badan, berkeringat dingin dan kejang yang menghilang saat konsumsi zat dilanjutkan. Pada pasien muncul gejala psikologis seperti ansietas, depresi dan insomnia. Hal ini menandakan diagnosis keadaan putus zat merupakan diagnosa banding pada kasus ini.
Pada pasien terdapat halusinasi auditorik, mood hipotimia, afek sempit pada saat berkomunikasi dan adanya tilikan (insight) yang tergganggu. Kemudian gangguan psikotik tersebut terjadi segera setelah 1 hari (24 jam) pemakaian zat psikoaktif terutama obat stimulant seperti amfetamin. Ini juga bisa menjadi diagnosa banding gangguan psikotik akibat penggunaan zat psikoaktif.
*****
Masih berhubungan dengan case tersebut, aku mencoba mendapatkan informasi dari sebuah bangunan bercat biru yang lokasinya tak jauh dari rumah sakit jiwa provinsi Lampung. Klinik Merpati namanya. Klinik ini merupakan yayasan yang merupakan bagian dari rumah sakit jiwa provinsi Lampung. Yayasan ini khusus memfasilitasi pasien - pasien pengguna NAPZA. Pasien - pasien dari poliklinik maupun Unit Gawat Darurat RSJ yang memiliki gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan NAPZA, langsung dirujuk ke yayasan ini.
IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor) merupakan sistem kelembagaan yang dibentuk berdasarkan peraturan pemerintahan Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Bagi Pecandu Narkotika. Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) adalah pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan atau lembaga rehabilitasi sosial yang ditumjuk oleh pemerintah. Tak kurang dari 9 buah yayasan yang terdaftar sebagai IPWL seperti ini tersebar di Lampung, salah satunya Klinik Merpati.
Di klinik Merpati inilah pasien - pasien NAPZA kontrol berobat dan mengambil obatnya setiap bulan. Ada istilah obat rumatan atau obat substiusi: Ada dua jenis obat, yang pertama Methadone Syrup, kedua Suboxone (Buprenorphine/Naloxone). Obat rumatan ini biasanya diberikan pada pecandu Putaw. Tidak semua klinik atau rumah sakit memiliki 2 jenis obat ini. Ini hanya disediakan oleh pemerintah melalui tempat - tempat khusus, yaitu tempat - tempat tertentu yang ditunjuk pemerintah.
dok.pribadi Methadone Sirup. |
dok. pribadi Methadone Sirup |
dok. pribadi. Methadone Sirup (perhatikan di belakangnya ada sirup Marjan) |
dok.pribadi. "Jangan kucilkan mereka, kecanduan obat dapat dipulihkan" |
An Naazi’aat Ayat 15-2615. Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) kisah Musa?16. Ketika Tuhan memanggilnya (Musa) di lembah suci yaitu lembah Thuwa;17. “Pergilah engkau kepada Fir’aun! Sesungguhnya dia telah melampaui batas (dalam kekafiran),18. Maka katakanlah (kepada Fir’aun), “Adakah keinginanmu untuk membersihkan diri (dari kesesatan),19. dan engkau akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar engkau takut kepada-Nya?”20. Lalu (Musa) memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar.21. Tetapi dia (Fir´aun) mendustakan dan mendurhakai.22. Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa).23. Kemudian dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru (memanggil kaumnya).24. (seraya) berkata, “Akulah tuhanmu yang paling tinggi.”25. Maka Allah menghukumnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia.