Buliran Jernih

Hujan punya siklus, pun begitu yang terjadi dengan manusia. Siapapun pasti akan mengalami siklus hidupnya.
Rasa berganti dari hari ke hari, ada kalanya kita penuh semangat dan bergembira, dan adakalanya hujan begitu gemarnya berderai di wajah ini..haha lebai.
tapi begitu adanya...

Boleh anda sebut melankolis, tapi lebih tepatnya lagi, rasa ini yang mewakili buliran bening ini. Rasa haru dan rasa bangga kepada segenap rekan - rekan yang sudah berupaya keras untuk memberikan yang terbaik melalui kontribusinya. Rasa haru karena sahabat yang benar-benar peduli kepada rekannya yang mungkin sedang luput terhadap kesalahan-kesalahan.

Terima kasih untuk semuanya. Semua pelajaran yang cukup aku resapi, pelajaran hidup bahwa ada batas-batas yang memang tidak boleh dilanggar oleh siapapun, walaupun aku sendiri pun masih perlu banyak belajar menerima semua perubahan itu.

Buliran jernih ini terus berjatuhan, seiring tanya yang juga kian bergulir. Seiring tanya akan ketulusan hati ini yang belum juga tegas. Yang belum juga jelas. Berharap akan menjadi tegas setelah ini. Setelah aku mendapat maknanya.

Bulir ini pun kian mengalir, bercampur aduk rasa dalam jiwa akibat rapuhnya pondasi ini. banyak hal yang perlu dibenahi. Banyak hal yang mungkin belum terselasaikan. Banyak amanah yang mungkin belum optimal dalam menjalankannya. Alangkah ! Alangkah wahai pribadi...!

Usia ini pun sudah tidak muda lagi. Jatah untuk membekali diri demi kehidupan yang hakiki ini pun tidaklah lama lagi. Setiap detiknya adalah hitungan mundur bagi kita untuk melangkah ke hitungan waktu selamanya. Selamanya di akhirat kelak.

Sudah seharusnyalah ISLAM menjadi pondasi yang kokoh kita bangun pada pribadi kita. Sudah menjadi hal yang mutlak bagi kita untuk menerapkan batas - batas yang disyariatkan dalam kita melakukan komunikasi dengan orang lain. Sudah menjadi hal yang dibutuhkan pula ketika kita mau untuk menerima masukan orang lain demi perbaikan diri kita di masa mendatang. Kesempatan ini masih ada!

Aku mencoba introspeksi pada diri sejauh mana ia sudah digali, sejauh mana diri ini tau akan kekurangannya. Sepantas apa diri ini mengingatkan orang lain sementara dirinya sendiri masih jauh dari kata sempurna.. :') Oke, ini pembelajaran, ketidaksempurnaan ini bukan menjadi suatu alasan yang menjadi boomerang kita untuk tidak menyukseskan orang lain. Kekurangan itu bisa kita perbaiki sembari kita melangkah. Perbaikan harus tetap dilakukan selagi kesempatan itu masih Alloh berikan.

Fase ini pun harus diupayakan agar ikhlas dapat menyertai. Sehingga ridho Alloh pun mengikuti. Aamiin.