Anak-Anak Ini Guru Kami..(lanjutan)

Seperti biasa, cerita ini terus berlanjut. Takdir Allah terus berjalan atas umat-Nya.
Malam itu, Jumat 29 November 2013 aku mengirimkan sebuah sms kepada seorang pasien Thallasemia, Pipit. Menanyakan kabar beliau yang baru saja selesai transfusi kemarin. Mengejutkan ketika mendapati balasan dari beliau, bahwa Rei sedang dirawat di ruang alamanda dalam keadaan kritis.

Entah aku tak bisa berkata apa-apa lagi saat itu, hanya bisa berdoa dalam hati agar Rei diberikan kekuatan untuk hadapi penyakitnya. Malam itu, bergegas aku ke rumah sakit dan menemui Rei beserta keluarga. Haru itu tak bisa aku tahan, di hadapan ibunya aku coba menguatkan. Bagaimana tidak, aku sedang berhadapan dengan ibu yang tangguh, yang memiliki 2 orang anak dengan penyakit yang sama. Ibu dihadapanku bukan ibu biasa, ibu yang punya kebesaran hati luar biasa. Kesabarannya menjadikan suasana malam itu berbeda, di depan Rei aku coba menguatkannya untuk bersabar atas ujian yang ada.

Di sampingnya, aku hanya bisa terdiam, mendengar doa pengharapan ibundanya agar anaknya diberi kekuatan..

Aku teringat ketika pertama kali bertemu dengan Rei, :') Seorang adik yang lucu, punya cita - cita jadi seorang koki, punya resep pribadi urak - arik telur spesial. Punya selera humor yang tinggi, hingga ahli melakoni goyang caesar. Sudah putus sekolah, namun punya kecerdasan yang tidak biasa. Punya kegemaran membaca, hingga semua buku di rak thallasemia sudah habis ia lahap. Punya pengetahuan luas tentang teknologi dan yang jelas punya semangat yang tinggi untuk berjuang menghadapi penyakitnya.


Dari kiri : Rei, Egi, Tamara, Pipit

Malam itu dari balik bilik ruang observasi Alamanda, aku hanya bisa berdoa agar Allah beri ketetapan terbaik kepada mu Dik. Dari bilik kaca transparan pula, Allah tunjukkan bahwa semua keluarga sayang kepadamu Dik. Allah satukan kembali keluarga kalian,  semua menyayangimu. Semua menyayangimu dengan caranya masing - masing. Kuatlah sayang..

Keesokan harinya, Sabtu, 30 November 2013 sekitar pukul 07.30, Allah mengambil hak-Nya. Rei kembali kepada Sang Kholik. Ya Rei, terima kasih atas pelajaran berharga yang sudah Rei berikan. Terima kasih atas makna bersyukur yang sudah Rei tinggalkan, yakni bukan berapa lama kita hidup di dunia, melainkan apa yang mampu kita perbuat untuk orang-orang di sekeliling kita. 

Sekali lagi, terima kasih adik - adik atas ilmu yang kalian beri. 
Dari Ibnu 'Umar, ia berkata, "Aku pernah bersama Rasullullah Sallallahu 'Alaihi Wa Sallam, lalu seorang Anshor mendatangi Beliau, ia memberi salam dan bertanya, "Wahai Rasullullah, mukmin manakah yang paling baik?" Beliau bersabda, "Yang paling baik akhlaknya." "Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?", ia kembali bertanya. Beliau bersabda, "Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas." (HR Ibnu Majah 4259) 

Melakoni Profesi dengan Hati

Sudah hampir 2 minggu aku dan teman - teman menjalani kepaniteraan klinik bagian anak di RSAY Metro. Stase surga, katanya. Haha.. Benar saja, stase ini memang menyenangkan. Ya, setidaknya bisa "menghela napas" ketika menjalani kepaniteraan di bagian ini dan di kota ini. :D

Kali ini sekitar pukul 09.00 aku dan sahabatku, sebut saja jahe (ginger *hehe) bertugas di poliklinik anak. Belum banyak pasien yang datang ke poli. Sebagian mungkin sedang mengurus adminstrasi jaminan kesehatannya dengan antrian yang tidak sedikit, atau mungkin sebagian lagi sedang mengurus pembayaran dan mencari rekam medis lamanya.

Hari ini aku dan rekanku mengobrol santai, membahas masalah isu kesehatan yang sedang hangat diperbincangkan oleh khalayak. Ya, kriminalisasi dokter.


Ya, miris memang jika kita memikirkan kondisi yang terjadi saat ini. Akan panjang paragraf ini jika kita menuliskan keluh kesah. Akan lelah hati ini jika kita menuliskan rasa kecewa kita terhadap pemangku kuasa. Akan banyak pula ungkapan kesedihan jika kita terus meratapi nasib profesi ini ke depannya jika tetap dalam kondisi saat ini.

Ah, lelah! Kenapa tak kita ubah sudut pandangnya. Kali ini kami tertarik untuk membahasnya dari ruang lingkup yang lebih kecil. Dari ruang lingkup aku, bukan dia! Ya, aku saat ini sedang menjalani pendidikan profesi. Aku merasakan bahwa ada "kejanggalan" di sini, dalam hatiku. Aku merasakan kehampaan selama ini. Ya, hati..

Aku merasa bahwa profesi ini mengajarkan banyak hal terutama masalah hati. Begini ilustrasinya, aku membayangkan diriku dengan aktivitas kepaniteraanku sehari - hari. Bekerja bersama - sama dengan perawat, dokter, dokter spesialis, prakarya, tukang parkir, cleaning service, penjaga keamanan, dan pasien. Setiap hari, selalu begitu kurang lebih.

Ada rasa yang berbeda setiap harinya. Ada gembira, ada kesal, ada marah, ada sedih, ada tertawa, ada juga yang mengharukan. Ya, begitu terus setiap harinya, silih berganti rasa. Ini menarik menurutku, rasa yang berbeda itu muncul akibat interaksi dengan orang - orang tersebut.

Sebagian orang mungkin paham, bahwa untuk bekerja di bidang kesehatan, team work amatlah penting. Pasien datang ke sebuah rumah sakit. Pertama-tama ia akan mendaftarkan dirinya ke administrasi, bertemulah ia dengan seorang yang duduk di meja komputer untuk melayani pendaftaran. Kemudian dengan membawa lembar rekam medisnya, pasien menuju ke ruang periksa. Di ruang periksa disambut terlebih dahulu oleh perawat untuk kemudian disiapkan keperluannya sebelum bertemu dengan dokter. Setelah siap, dokterpun kemudian memeriksa pasien. Dokter melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dibantu oleh dokter muda (koas). Jika diperlukan, pada pasien akan dilakukan pemeriksaan penunjang seperti cek laboratorium darah, urin, maupun radiologi (misal rontgen atau USG). Ya, di sana mereka akan bertemu petugas laboratorium di ruang periksa. Setelah dipastikan diagnosanya, pasien diberi resep oleh dokter. Kemudian pasien akan mengambil resep tersebut ke apotek. Di apotek, pasien akan bertemu dengan seorang yang pandai farmasi. Kemudian pasien pergi ke kasir untuk melakukan pembayaran. Inilah, siklus besar yang setiap harinya dialami oleh sebagian besar pasien.

Belum lagi jika pasien diputuskan dokter untuk menjalani rawat inap, maka pasien akan berhadapan dengan pengantar makanannya pagi, siang, dan malam. Petugas kebersihan yang senantiasa membersihkan ruang kamar rawat inapnya setidaknya 2 kali dalam sehari. Kemudian akan bertemu dengan perawat yang akan memberikan pelayanan kepada pasien, seperti menyuntikkan obat melalui pembuluh darah, membantu keperluan pasien seperti BAK dan memandikan pasien, atau mengganti botol infus jika infus habis.

Itulah sepenggal kegiatan yang aku temukan.
Bagi sebagian orang, mungkin menjadi petugas kesahatan adalah pekerjaan yang mulia. Ingat ketika kecil, ketika kita ditanya, " Mau jadi apa nak kalau sudah besar?". Tidak sedikit yang menjawab ingin jadi dokter. Pun dengan ku, yang kubayangkan saat itu adalah menjadi dokter itu keren, bisa bantu orang sakit jadi sembuh titik.

Apa yang kemudian saat ini aku rasakan? Ternyata tidak sepenuhnya demikian. Kemuliaannya bukan terletak pada apa profesinya, tapi pada hati.

Coba pikirkan, seorang dokter saja misalnya yang bekerja melayani pasien di tempat prakteknya satu per satu, memberi obat, memberi edukasi, kemudian, pasien pulang. Atau yang lain, seorang suster ketika jam kerjanya kemudian menyuntikkan obat pada setiap pasien di jam - jam tertentu, memasang infus, membantu segala keperluan pasien, melayani, kemudian pulang. Atau seperti ini, seorang dokter spesialis bahkan yang datang untuk visit pasien - pasiennya, memeriksa, meresepkan pasiennya, kemudian sama, pulang. Lalu ada lagi, seorang prakarya yang mengantarkan makanan untuk pasien, setiap 8 jam, memeriksakan jenis makanan yang akan ia berikan kepada pasien, kemudian menyapa pasien, "Makanannya tadi habis tidak Bu? Bagaimana apakah ada yang kurang enak dengan makanannya?". Kemudian dengan senyuman ia memberikan menu makanan untuk pasien.

Apa yang membedakan menurut kalian? HATI.
Ya, profesi apapun akan menjadi mati, akan menjadi statis dan membosankan jika dikerjakan dengan alasan "ini pekerjaan". Yang penting tanggung jawabku selesai, yang penting pekerjaan ku pada jam kerjaku tuntas. Yang penting semua pasien sudah aku periksa. Atau yang penting daftar pemberian obat pada pasien sudah kukerjakan tepat pada waktunya. Atau yang penting makanan pasien sudah kuberikan.

Di mana lagi letak pasien sebagai subjek? Pasien seperti tak ubahnya benda mati yang kita acuhkan keberadaannya, lebih tepatnya kita acuhkan hatinya. Ya, sebagian kita hanya fokus pada pekerjaan masing - masing. Fokus pada tanggung jawab pekerjaannya masing - masing. Jam dinas misalnya, lebih 00.01 detik saja, jika sudah masuk pada jam kerja orang lain, pasien menjadi pasien rekan kerja kita selanjutnya. Aaah, sebegitukah kita? Atau lain lagi, ada paseien yang bertanya, "maaf dok infus anak saya macet." Jawabnya "Sana bu, ke ruang suster sebelah (dengan ketus)".

Menyedihkan, aku kemudian berkaca bahwa inilah yang seringkali kita temukan, atau bahkan kita juga yang lakukan. Terlepas dari apapun profesinya, apapun letak kontribusinya, di bagian manapun. Menjadi dokter tidak selalu lebih mulia ketimbang menjadi pengantar makanan pasien. Malah bisa menjadi lebih hina, jika tidak ada ketulusan hati di sana. Menjadi profesi apapun tidaklah cukup membanggakan jika kita hanya sebatas menyelesaikan kewajiban kita, tapi mengabaikan perasaan mereka. Namun, profesi apapun akan menjadi mulia jika kita mengerjakannya dengan hati, dengan kesungguhan, dan dengan cinta. Profesi justru akan menambah bekal dunia dan akhirat kita jika kita kerjakan dengan hati.

Alangkah indahnya jika suatu saat kita dapat membangun kerjasama yang baik, mengabdikan diri untuk bekal kita bersama. Sehingga pasien tidaklagi sebagai objek, melainkan subjek yang juga memiliki hati sehingga menjadi indah. Melakoni profesi dengan hati, hasilnya pun sampai ke hati..
Semoga.....

Anak - Anak Ini Guru Kami

Jadi koass itu melelahkan, tapi nikmat dijalanin..hehe.
Mungkin itu yang dialami sebagian kami, koass. Namanya saja ko (read:pembantu) ditambah lagi dengan ass (read:asisten). Ya itulah kami, pembantu plus asisten dokter di sini..selama 1 tahun 8 bulan kurang lebih akan terus berjuang. Perjuangan yang nanti akan terus berlanujut, long life learning. Belajar dari berbagai hal, termasuk anak - anak ini yang menjadi guru kami.

Hari ini aku bertugas di Alamanda, bagian Thallasemia. Anak - anak thallasemia menyebut ruangan ini sebagai "unit". Sekitar pukul 08.00 WIB ada sekitar 8 bed yang terisi penuh oleh pasien. Pasien thallasemi yang datang hari ini mulai dari usia 6 bulan - 19 tahun. Mereka sebagian besar sudah menginap 1 hari sebelumnya, karena transfusi darah mereka belum selesai, jadi harus dilanjutkan hari ini.

Sepertinya mereka sudah terbiasa bertemu orang - orang baru, perawat baru, koass baru, tapi tidak bagi sesama mereka, penderita kelainan darah. Bagaimana tidak, mereka rata-rata datang ke "unit" ini minimal 1 bulan sekali untuk transfusi. Hitung saja jika usia mereka 16 tahun, dan mereka mulai transfusi usia 3 tahun. Berarti mereka sudah transfusi selama 13 tahun, setiap bulan datang ke "unit". Ya, mereka penderita thallasemia dan para orang tua, semuanya sudah saling mengenal, seperti keluarga. 

Ada pula penderita hemofilia di unit ini. Walaupun jumlahnya tidak sebanyak penderita thallasemia. Semua menjadi satu dalam ruangan ini. Para ibu sepertinya juga punya organisasi sendiri. Mereka punya ketua, di mana ibu ketua ini yang mengumpulkan iuran para orang tua, untuk membeli kipas angin contohnya. Maklum saja, ruangan ini cukup panas, karena sebuah air conditioner sepertinya tidak memadai untuk mendinginkan 1 ruangan, yang jika ramai bisa mencapai 20-an pasien. Ah, jelas kekeluargaan seperti ini hanya terjadi di ruangan ini, thallasemia.

Rasa kekagumanku semakin bertambah, mendapati penghuni ruangan ini amat ramah. Ibu - ibu dan putra - putrinya sepertinya sudah sangat memahami penyakit yang diderita anaknya. Mereka bisa dengan lancar menyebutkan peralatan dan obat -obatan keperluan transfusi mereka. Orang tua dengan cekatan pula melepaskan infus anaknya sendiri. Ya, benar pepatah bilang - alah bisa oleh biasa. Salut untuk mereka.

Kasih sayang orang tua juga sangat terasa di ruangan ini. Orang tua dengan cekatannya mengurus keperluan anaknya untuk transfusi, dengan sabarnya menunggui anak - anaknya hingga darah benar - benar mengalir lancar masuk ke tubuh anaknya. Dan mengelus sayang kepada anaknya, seakan berkata bahwa kamu harus kuat nak, jangan lelah untuk terus berobat. 

Mengenai kecerdasan anak - anak disini, jangan ditanya. Mereka cerdas, semangat membaca mereka boleh diapresiasi. Ada 1 rak buku di pojok ruangan ini yang menjadi langganan bacaan mereka.. Jumlahnya masih terbatas, namun cukup untuk mengobati penat mereka sembari transfusi yang cukup menyita waktu. Semangat belajar mereka luar biasa. Sebagian ada yang mampu membaca dan menuis, walaupun sebagian lagi putus sekolah karena kendala biaya. Namun cita - cita mereka luar biasa.

"Adek kalau udah gede mau jadi apa?"
"Aku mau jadi koki.."
"Kenapa mau jadi koki?"
"Jadi kok itu enak, bisa jalan - jalan..bisa makan..hati senang. Lazziis (sambil mendekatkan ibu jari dan telunjuk kanan ke mulutnya, enirukan gaya koki di tv)"
"Aku punya resep sendiri lho kak, urak - arik telor..hahaha" 
"kalau kamu??" (tanyaku pada yang lain)
"Aku mau jadi Ustadz" 
"Kenapa mau jadi Ustadz?"
"Enak jadi ustadz, pahalanya banyak.."

Aaah, cita - cita luhur mereka semoga Allah kabulkan.

Sejak saat ini, kuhaturkan terima kasih kepada adik - adik atas pelajaran yang kalian berikan. Bahwa hidup itu memang harus diperjuangkan dengan semangat. Bukan dengan mengeluhkan yang Allah sudah takdirkan, tapi mengusahakan dengan segenap kekuatan yang ada, diringi dengan keihkhlasan hati semoga Allah mampukan kita, semoga Allah kuatkan kita menghadapi semua.








Gema Takbir dari Ketinggian

Tinggal kurang dari 1 jam lagi hari akan berganti. Hari ini 10 Zulhijjah 1434 H umat Islam merayakan Idul Adha. Banyak cara mengungkap rasa. Ya, banyak cara kita untuk mengungkapkan kegembiraan kita menyambut hari raya. Tentu dengan tetap memahami esensi hari raya idul adha. Sebagian kita berkumpul dengan keluarga tercinta, menikmati menu hari raya berupa ketupat dan opor ayam. Sebagian sedang beribadah haji di tanah suci. Ada pula yang berkurban sementara yang lain menunggu bagian hewan kewan kurban. Aaaaah, jelas ada banyak cara. Sementara aku di sini juga dengan cara yang berbeda.

Ya, mungkin aku tak pantas bersedih. Karena pasti aku tak sendiri, ada banyak orang-orang yang juga belum bisa menikmati hari raya dengan berkumpul bersama keluarga. Ada banyak yang bahkan benar-benar bisa dibilang TIDAK bisa berkumpul, karena memang tidak memiliki keluarga. Ya, tidak ada alasan bagi ku untuk bersedih. Ini jalan yang kupilih sendiri, dan ini salah satu prosesnya. Bahwa pendidikan itu ada proses yang mesti dijalani. Mengikhlaskan hati bahwa saat ini belum bisa berlebaran dengan keluarga tercinta.

Di rumah sakit ini aku banyak belajar. Banyak diingatkan tentang keikhlasan profesi ini. Setiap hati ini mulai lelah dan mulai lupa akan hakikatnya, semakin pula aku berusaha mengingatkan lagi kepada hati bahwa inilah konsekuensinya. Ada kewajiban kita di sini, ada hak pasien pula yang harus kita penuhi. Ada pula hak keluarga kita yang mesti kita tunaikan. Keluh kesah pasien ini menjadi penyemangatku kembali bahwa syukur itu mesti ada, mesti ada pada kita yang sedang sehat, pada kita yang masih Allah berikan keluangan waktu, pada kita yang masih punya kelapangan, pada kita yang belum menua. Rintihan mereka semakin mengingatkanku bahwa kematian kita amalah dekat, dan kita mesti mempersiapkannya..

Aaaah, gema takbir hari ini lantang terdengar. Dari ketinggian aku coba menikmatinya. Subhanallah, indah! Dari ketinggian, Allah ajarkan kita untuk menunduk. Allah perlihatkan bahwa kita hanyalah setitik makhluk. Gunung yang menjulangpun hanya berupa gambaran nan mungil dari kejauhan. Semilir angin bersama kapuk yang beterbanganpun menjadi lebih indah dinikmati ketimbang bangunan nan tinggi. Indah !

Memang, dengan sudut pandang yang berbeda, kita mampu mengubah masalah menjadi anugerah.














Sudut kota perjuangan, dari ketinggian kita pun dapat belajar banyak hal
15 Oktober 2013-10 Zlhijah 1434 H

Partus Perdana





5. Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya kami Telah menjadikan kamu dari tanah, Kemudian dari setetes mani, Kemudian dari segumpal darah, Kemudian dari segumpal daging yang Sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu dan kami tetapkan dalam rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, Kemudian kami keluarkan kamu sebagai bayi, Kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya Telah diketahuinya. dan kamu lihat bumi Ini kering, Kemudian apabila Telah kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.
6. Yang demikian itu, Karena Sesungguhnya Allah, dialah yang haq dan Sesungguhnya dialah yang menghidupkan segala yang mati dan Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (
Al-Hajj Ayat 5-6)


Subhanallah, AllohuAkbar! :D
Banyak - banyak tersenyum di stase yang satu ini. "Obsgin-Obstetri dan Ginekologi". Adrenalin begitu berperan di sini. Setiap momentnya memberi banyak pelajaran. Mulai dari proses kehamilannya, proses kelahirannya semuanya mengagumkan. 


Yang paling dinantikan oleh koas Obgin salah satunya adalah APN (Asuhan Persalinan Normal). Pengalaman pertama ku menolong persalinan yaitu di RSAY (Rumah Sakit Ahmad Yani) Kota Metro, Lampung. Ini minggu ke-5 kami menimba ilmu di stase Obgin. Tapi aku baru menolong partus perdana di minggu ke-5 ini. hehe.. 

Kasusnya cukup menarik, presentasi bokong. Masyarakat menyebutnya sebagai letak sungsang. Tak apalah, kapan lagi kita bisa belajar menolong persalinan kalau tidak sekarang..walaupun jelas debar - debar masih kurasakan. Setelah persiapan alat selesai, aku berdiri di sebelah kanan ibu untuk memimpin beliau mengejan.. 

"Tarik napas yang dalem ya Bu..Ngedennya kalau pas perutnya kenceng aja ya.. "
"Ibu harus semangat, insyaAllah sebentar lagi bayi ibu akan lahir.. Bismillah ya Bu.."

Kira - kira begitulah instruksiku pada sang ibu. Ditemani Bidan Etty aku membantu persalinan bayi tersebut. ternyata bagian yang pertama kali muncul di vagina ibu adalah skrotum..hehe. Ya, ini pertama kalinya aku melihat skrotum menganga di vagina ibu..Bismilllah, perlahan - lahan dengan spontan bracht, akhirnya bayi ibu tersebut lahir dengan selamat.. Bahagia terpancar jelas dari mimik Ibu tersebut. Akhirnya setelah menjahit luka robekan di jalan lahir ibu, bayi tersebut dilakukan IMD (Inisiasi Menyusui Dini).

Subhanalloh, setiap proses alamiah tersebut begitu menakjubkan. Haru rasanya menjadi ibu. Rasa sakit ketika ia melahirkan bayinya nampaknya terbayar ketika ibu mendengar tangisan bayinya sesaat setelah ia lahir. Senyum di wajah Ibu terus menungging tatkala menyaksikan bayinya menyusu di samping tubuhnya..

Aaaaaah..indahnya. Banyak kata yang sulit untuk dituliskan di sini. Aku merasakan betapa benar nya bahwa kasih Ibu itu amatlah luas untuk anaknya. 

"ya ALLAH ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku serta kasihilah mereka berdua seperti mereka mengasihiku sewaktu kecil"


Partus pertama (28-8-13) Ny. Siti Nurhayati - RSAY Kota Metro

Aaaah.. :" Rasanyaa 

Idul Fitri Bahagia


1 Syawal 1434 H, senyum bahagia terpancar dari setiap kita yang merayakan. Alhamdulillah, rasa senang bercampur haru. Senang karena sebagian kita menantikan moment berkumpul bersama keluarga besar tercinta, momen kekeluargaan di mana satu dengan yang lain ikhlas saling memaafkan. Haru karena bulan Ramadhan yang penuh keistimewaan ini belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk beribadah secara maksimal, belum sepenuhnya dicurahkan konsentrasinya untuk beramal. Terselip doa di balik hari nan fitri ini agar kembali dipertemukan dengan Rmadhan mendatang.. Amiin.

Ramadhan tahun ini kucoba untuk tetap tersenyum menikmati karunia yang luar biasa Allah berikan, meski belum bisa berkumpul dengan orang - orang tercinta, namun pasti Allah selipkan hikmah di dalamnya. Meski tidak bisa memeluk orang tua secara langsung, aku yakin penghubung kami ada doa yang tulus dari orang tua kepada anaknya, pun doa ku untuk mereka :')

Senyum ini pun coba kubagi kepada orang - orang yang ada di sekelilingku. Ya, pasien - pasien yang sedang bertaruh nyawa untuk menyambut kelahiran putra-putri mereka tercinta. Di saat yang lain tersenyum bersama keluarga di kampung halaman, kami juga membagi senyum untuk pasien di ruang rawat.. :')  

Semoga di hari kemenangan ini, kita menjadi pribadi yang jauh lebih baik lagi. Bukan yang terlena sehingga lupa bersyukur, bukan yang terlena sehingga lupa untuk tetap tawadhu menegakkan agama ini. Semoga Allah genggam keimanan kita, menjaga kita agar tetap menikmati ibadah - ibadah kita seperti bulan Ramadhan lalu. Semoga seiring detak jantung yang berdenyut, di setiap detak itu pula asma-Nya selalu disebut.

Ada banyak cara mensyukuri karunia-Nya..ada banyak hikmah yang mereka beri

MARRY YOUR DAUGHTER




Can marry your daughter
And make her my wife
I want her to be the only girl that I love for the rest of my life
And give her the best of me 'til the day that I die, yeah
I'm gonna marry your princess
And make her my queen
She'll be the most beautiful bride that I've ever seen


Saya kutip sebuah lagu romantis kesukaan sahabat saya, jujur saya mungkin tak sanggup berkata-kata andai kalimat ini terucap di depan saya saat ini, hehe..

Kali ini saya ingin bercerita tentang cinta yang tak harus berucap kata cinta, cinta dalam diam, diam yang menjaga kemuliaan dan kemudiaan kemuliaan itu mengantarkan kepada keberanian. keberanian seperti apakah itu ?? :D hahaha

Yak, keberanian yang memang sering disalahartikan oleh sebagian orang. Katanya sih, keberanian itu salah satunya dengan bilang "I love you" atau mungkin bagi sebagian lain keberanian ketika bikin surprise loncat dari gedung tinggi terus bilang "Beib, could you marry with me??" Haha. Berani sih memang, berani mati. hahaa. Boleh deh, apresiasi buat yang BERANI melakukan apapun untuk membuktikan "cinta"nya buat pasangannya. Tapi apakah itu sudah tepat?

Oke, mari kita buka perspektif lain. Perspektif yang kita coba ungkap dari lagu sederhana ini. 

Jadi begini saudara-sadara, ketika perempuan terdesak dengan pertanyaan-pertanyaan yang menggalaukan hati seperti "jadi, kapan nikah? ". Biasanya perempuan akan menjawabnya dengan senyum termanis. Bukan tak mau menjawab, tapi memang tak ada jawaban sampai "can marry your daughter" bergema bukan di telinga cantik kita, melainkan ayah kita yang pertama kali medengar itu. =)

Jadi ALLAH sesungguhnya sudah menciptakan jodoh sesuai dengan kualitas diri dan keimanan kita untuk dipertemukan pada timing yang tepat. Akan indah dan semakin manis ketika dibarengi ikhtiar dalam mencapainya. Tapi, apa ALLAH senang kalo hamba-Nya tidak izin dulu, bahkan lewat jalan pintas ngomong langsung ke perempuan idamannya. Wah, ibarat mau masuk istana aja ada gerbangnya dulu bung !

Oke gampangnya begini bung, mangga tetangga yang tampak ranum apa bisa kita asal petik? Tentu tidak kan. Ada sang empunya. Ada yang berhak atasnya. Izinlah yang kemudian membuka kesempatan kita untuk tengok mangganya tetangga atau bahkan memetiknya. Nah, apalagi wanita. Muslimah diciptakan untuk dimuliakan. Maka jemputlah ia dengan cara - cara terhormat yang telah ALLAH ajarkan..

Yuk, muslimah yang cantik akhlaknya lagi dicemburui bidadari, saat melihat pria-pria "sok" berani menyatakan cinta..Jangan iri, sekali-kali jangan iri. Sesungguhnya kalian pantas untuk seseorang pemberani yang  gagah terhormat nan menyejukkan itu, seseorang yang dengannya kita merasa terhormat berada di ruangan yang sama dan seseorang yang membuat matahari bersinar lebih terang hanya dengan terbangun di pagi hari, hehe. Katanya kan, muslimah tidak butuh ribuan kata cukup satu aksi nyata. Karena setelah nya semua kata cinta akan bernilai pahala =D 

Nah kalau begitu, sepakat ya sekarang kita sama - sama berusaha untuk jadi muslim dan muslimah yang kaffah. Menjalankan aturan - aturan Allah dalam kehiduan sehari - hari, dengan cara yang ALLAH suka, bukan orang lain suka. ALLAH yang beri rasa, manusia hanya diminta untuk mengolah rasa, dengan NIAT dan CARA yang ALLAH suka. Itu saja. Semoga kita bisa sama - sama belajar untuk menjadi jauh lebih baik yaa.. *ya kakak :'0 hhahaha*

And for my father : one day i will meet my prince, but u're still my king in my hearth 
*eeaaaa 




 Karya ini pun ditutup dengan harapan:
Semoga kelak sakinah mawaddah warahmah-Nya dapat tercapai, diawali dengan jalan yang ALLAH ridhoi.  



*Hasil kolaborasi 2 anak negeri : Meta Sakina & Nora Ramkita* *Semoga bermanfaaaaaat* 

Gara - Gara Kelas I

Ya, akhir - akhir ini aku coba untuk lebih banyak tersenyum, tersenyum karena semain menikmati proses belajar di rumah sakit ini. Tersenyum karena benar - benar Allah selipkan hikmah di balik setiap kejadian, di setiap waktunya. Membuat kita kemudian berpikir, dan ya, tersenyum :) Terima kasih Allah atas semua karunia yang telah Engkau beri..

2 minggu ini waktuku bertugas di stase/bagian jantung~
Jantung yang menyimpan potensi luar biasa. Coba bayangkan kekuatannya, 24 jam non stop ia bekerja. Jantung mulai berdenyut dari dalam kandungan sang Ibu, pada usia kehamilan 4 minggu hingga akhir hayat kita. Subhanallah.

Beberapa penyakit seperti penyakit miokard infark (kematian otot jantung), Acute Coronary Syndrome, Chronic Heart Failure, dan masih banyak lagi penyakit jantung lainnya, membuat aku dan teman - teman berpikir.

"Eh, coba deh kalian bayangin, bisa ga ya jantung kita kerjanya dijadwal. Misalnya, pas tidur, kita pencet tombol "off" buat jantung kita. Biar dia istirahat. Pas kita bangun tidur kita teken "on" lagi. Seru juga ya, biar otot jantung kita ga cape."

(berpikir)
"Ia juga ya, maksud lo biar otot jantung kita ga gampang mati kan? Biar bisa mengurangi risiko miokard infark?"

"Ia bisa, bisa mati kita!" ^^

Haha, kira - kira begitulah obrolan ngawur para dokter muda. Tapi membuat aku jadi berpikir bahwa organ kecil ini sungguh luar biasa. Setiap detaknya, memberi power yang tak tergantikan oleh organ manapun, oleh apapun. Tanpa kita minta untuk bekerja pun ia bekerja sendiri, tanpa pernah lelah. Detakannya setiap detik yang seringkali lupa untuk kita syukuri. Alhamdulillah, karunia Allah memang tak berbatas..



Ya, jaga di stase jantung bisa dibilang sangat seru. Betapa tidak, follow up pasien yang jarang lebih dari 2 pasien per harinya. Bisa malah hanya 1 pasien atau tidak sama sekali. Follow up pasien mulai pukul setengah tujuh pagi, jam 11 atau jam 1 siang kita sudah bisa pulang.. Ah, indah deh pokoknya..hehe

Tapi ada hal yang memalukan di sini, ya karena ulah seorang Nora. 
Pagi itu kami sudah follow up pasien, ada sekitar 13 orang pasien jantung hari itu. Aku mendapat jatah follow up pasien sebanyak 1 orang di kelas I. Kelas I berbeda dengan kelas II dan III, biasanya pasien - pasien kelas I dari kalangan yang cukup berada, kebanyakan pekerjaan mereka adalah PNS, atau pernah juga seorang tentara. Sementara yang kelas II dan III biasanya pasien dengan asuransi jamkesmas. Ya, aku harus berusaha semaksimal mungkin untuk menghadapi pasien di kelas I ini, karena biasanya mereka cenderung lebih kritis terhadap penyakit mereka. Seperti pagi sebelumnya, pagi itu, aku sudah menyelesaikan follow up pasien di kelas I, tanya kabar, tanya keluhan, pemeriksaan vital sign, lihat hasil EKG nya pagi ini, berees! Senyam - senyum sendiri..




Eh, ternyata dokter yang biasa visit hari itu berhalangan hadir, akhirnya visit hari itu digantikan oleh dokter Tri. Ya, beliau meminta kami untuk mengumpulkan kertas follow up kami saat itu juga. *dwaaar! Haha, ternyata aku belum menyalin hasil follow up ku di kertas secara rapi.. Apa yang terjadi? Aku hanya punya 1 kertas follow up yang sudah rapi dan lengkap. Tapi bukan kertas follow up pasien yang hari ini, melainkan pasienku yang sudah pulang 2 hari yang lalu. :')

(Berpikir cepat). Akhirnya, aku memutuskan untuk mengumpulkan status pasienku yang sudah pulang itu kepada dokter. Pertimbanganku daripada aku tidak mengumpulkan sama sekali kertas hasil follow upku. Ya, dokter kemudian menerima lembar demi lembar status kami. 

Sampai akhirnya pada giliran kertas follow up ku yang diperiksa. Ah, degap degup udah deh jantungnya. Karena itu status pasien hari pertama ku di jantung..Pastilah banyak cacatnya.

Biasanya dokter akan membahas status kita mulai dari cara kita menganamnesa pasien, kemudian ke pemeriksaan fisik yang kita temukan, pemeriksaan penunjang yang akan kita ajukan, hasilnya kira - kira akan bagaimana, dan terakhir mau diberikan terapi apa pasiennya. Yak, itu NORMALNYA..

Tapi bagaimana dengan kertas follow up ku...? rasanya tidak akan seNORMAL biasanya.

Benar saja, kata yang pertama kali muncul dari mulut dokter adalah?
Apa ini "Anton 1x1"? Obat apa ini?

Apa dok? (Coba mendekat ke dokter dan mencari tulisanku "Anton 1x1")

(•̯͡.•̯͡) Itu coretannya ####
Ia ini, (sambil menunjuk tulisanku) Coba yang lain perhatikan benar tidak dia menulis "Anton 1x1"?

Teman yang lain coba membela,
Antasid mungkin dokter?

Haaa, aku tak bisa membela diri lagi, ku pastikan memang amat jelas tulisanku "Anton 1x1". Tanpa banyak ca ci cu, aku segera mengambil kertas itu dari meja dokter,
Maaf dokter, ia saya yang salah, ini memang kesalahan saya dalam menulis obatnya. :')

Haha, dokter dan teman - teman pun puas menertawakan aku, jelas aku juga tak kuat menahan tawa atas kebodohanku. Cengar - cengir aku sembari mencoret tulisanku "Anton 1x1" itu. Setelah selesai ku coret, segera aku kembalikan kertas follow up ku kepada dokter untuk kemudian diperiksa kembali.

Dokter Tri kemudian coba menghiburku,
Tenang, tenang ini bukan kasus yang pertama kali, dulu pernah juga ada koas yang ngeresep "Poniram 1x1" hahaha...

Ntahlah aku harus senang atau sedih, yang jelas ketegangan kali itu pecah menjadi olok - olokan bagiku akibat resep yang kusalin dari tulisan dokter. Karena tulisannya kurang jelas, akhirnya aku salin saja tanpa aku cek lagi, sebenarnya obat apa itu. (˘̩̩̩⌣˘̩̩ƪ)

Pelajaran untuk sejawat dokter muda adalah:
  • Ketika memberikan terapi pada pasien, jangan nyontek plak dari terapi rekam medik pasien. 
  • Boleh saja kalau mau lihat terapi dokter ruangan, tapi pastikan kita tahu mengapa pasien diberikan obat tersebut. Bagaimana obat tersebut bekerja pada pasien.
  • Kalau follow up pasien ruangan, perhatikan detail obat - obatan yang mereka peroleh. Jangan sekali - sekali menyalin merk obatnya, perhatikan kandungan obatnya. Apalagi jika memegang pasien kelas I (´⌣`̩) Bisa bisa meresep Anton 1x1, yang harusnya Aptor 1x1. Ya itu salah satu merk obat patent yang mengandung Acetosal 100 mg.
  • Segera salin hasil follow up pasien di kertas dengan rapi, pahami isinya. Jangan pernah menunda, segera! hehe
  • Yang terakhir, bersungguh - sungguhlah belajar di setiap stasemu. Karena waktu belajar kita singkat, sedangakan ilmu yang tersedia amat luas. Manfaatkanlah dengan sebaik - baiknya kesempatan yang ada.   
ˆ⌣ˆ

Selamat Pagi Hati


Selamat pagi hati..

Sepertinya aku tahu bahwa kau sedang sendu,

sendu akan kepergian kakekmu.

dalam sendu pun aku tahu,
masih ada yang kau bisa lakukan untuknya..
berdoa! ya, hanya doa yang mampu hati berikan..
hanya doa yang mampu menembus semua batas, ruang dan waktu.


Selamat pagi hati..
Aku tahu kali ini hati semakin paham bahwa waktu kita amat berbatas..
Tak pasti kapan batasnya, yang jelas pasti datangnya.
Untuk itu hati, kupesankan padamu agar mempersiapkan kedatangannya,
Waktu di mana akan tiba batas itu.
Dan kala itu tiba..
Hati mampu bicara, raga mampu bicara, terkecuali bibir.
Ya, harap ku padamu hati, semoga kau luruskan semua niat, niat dalam berbuat.
Sehingga amal yang lain pun menjadi berarti. Ya, padamu hati, kupercayakan itu semua.


Selamat pagi hati..
Boleh kutebak apa yang sedang kau rasakan?
Gundah bukan?

Apa yang kau gundahkan pun sebenarnya engkau tak paham..
jadi sudahlah hati, cukup gundahkan saja masa depanmu yang belum pasti itu.
Cukupkan rasa itu dengan terus lakukan perbaikan diri.
Ikhlaskan perubahanmu, mulai saat ini.
Yakinkan dirimu bahwa perubahan dirimu amat penting untuk masa depanmu..
Janji ya hati? janji untuk tidak menggundahkan rasa yang kurang penting.
Rasa yang sebetulnya tak perlu kau gundahkan,
cukup dengan kau pasrahkan pada Sang pencipta, Pencipta Rasa.


Semoga akan ada jawaban dari kegundahan ini..
Kegundahan yang sengaja pasti Allah ciptakan agar manusia berpikir!
Berpikir dengan akalnya, dan merasakan dengan hatinya.
Agar benar menjadi seutuhnya hamba yang diridhoi-Nya.....





Sepenggal Dialog #2

Stase bedah alhamdulillah sudah berakhir. Ya, cukup banyak memori indah di sini.. *uhuk. Ya, memori indah yang kami rasakan bersama rekan -- rekan sejawat.. Mulai dari jaga UGD, jaga poliklinik, jaga malam di ruangan, dan laskar ijo di ruang operasi :) 10 minggu yang amat berwarna.

Tak bisa dipungkiri memang, air mata juga acapkali tumpah di sini. Salah satunya ketika adik A*** yang pernah aku ceritakan sebelumnya, kutemui lagi di hari - hari terakhirku di stase bedah. Malam itu aku hanya menemani rekanku untuk jaga UGD karena bosan setelah ujian. Tiba - tiba ada seorang ibu yang membawa anaknya masuk UGD dengan kejang - kejang. Kemudian dokter Hetty memintaku untuk mengambil stesolid tube di depo. Terkejut seketika, ketika ternyata anak yang hendak aku suntikkan obat adalah A***.  2 tube sudah obat masuk melalui anusnya. Namun tetap saja ia kejang..

Saat itu juga, sekitar pukul 20.00 harus kutinggalkan adik itu karena aku harus naik ke ruang operasi untuk operasi cyto bayi berusia 2 hari dengan diagnosa atresia ani. Harapanku setelah selesai operasi nanti, akan kutemui lagi A*** di UGD untuk kembali ngobrol dengannya..

Sekitar 2 jam aku dan widhi selesai menjadi asisten operasi dengan dr. Blly, Sp.BA. Harap - harap cemas aku kembali ke UGD. Ruang tindakan menjadi tujuan pertamaku untuk mencari adik itu. Tidak ada! Ia tidak ada di bed itu lagi. Ah, mungkin ia sudah masuk di ruangan kemuning (ruang bedah anak) pikirku. Tapi betapa terkejutnya ketika Kak Bari (petugas farmasi di UGD) mengatakan bahwa beberapa menit yang lalu ada pasien anak - anak yang meninggal dan sudah dibawa pulang oleh keluarganya..

Ø¥ِÙ†َّا Ù„ِÙ„ّÙ‡ِ ÙˆَØ¥ِÙ†َّـا Ø¥ِÙ„َÙŠْÙ‡ِ رَاجِعونَ

Ntahlah sedih rasanya..Tak tergambarkan memang rasanya. seorang adik cerdas sudah kembali kepada pencipta-nya. Adik cerdas ini memberi banyak pelajaran kepadaku bahwa hidup itu harus bermafaat untuk orang banyak. Ya, seperti A*** yang ingin jadi seorang ustadz.. Cita - cita yang tetap ia ukir ditengah keterbatasannya. Tumor supra sella dengan hasil PA ependimoma.. Ya itulah penyakit adik ini.. Pungsi asites yang ia lakukan secara rutin, dan semua ucapannya menjadi memori yang tidak mudah untuk dihapus..

yaa, pelajaran ini menjadi penutup kisah di stase ini. Stase yang mengajarkan kita untuk tetap teguh pada prinsip hidup, tetap bercampur namun tidak larut, dan rendah hati untuk terus belajar!



Sepenggal Dialog #1

Sudah 39 hari berada di tempat pendidikan ini, RSAM. Seiring waktu aku mencoba menikmati prosesnya, dan bersamaan dengan itu pula banyak sekali pelajaran hidup yang coba aku pahami.. Hakikatnya, adalah sadar bahwa setiap proses yang aku lewati, pasti atas izin-Nya. Jadi tidak ada alasan untuk berkeluh kesah. Sebaliknya, nikmati saja prosesnya, karena dari sinilah kita belajar banyak hal, dari situ juga kita menjadi paham bahwa banyak sekali hal pula yang belum kita pelajari, dan mereka tidak menunggu kita. Tapi kita yang mengejar ilmu, mengejar makna yang mereka beri, atas izin-Nya kembali.

Poto ini sederhana, namun memberi makna bagiku. Bukan sekedar ilmu kedokteran, bersama dokter spesialis bedah saraf yang juga memberikan pelajaran, tetapi dari seorang anak berusia kurang dari 11 tahun, berupa makna hidup yang tidak terbayar oleh apapun.

Adik "A" namanya, sudah menderita tumor otak dengan hidrosephalus sejak berberapa tahun terakhir. Penyakit yang bagi sebagian besar orang sangatlah ditakuti, namun tidak bagi adik ini. Semangatnya untuk segera sembuh patut diapresiasi. Betapa tidak, adik ini rupanya amat cerdas dan berhati mulya. Ya, kita tidak akan pernah menyangka sebelum benar - benar berinteraksi dengannya.

Siang itu tidak seperti biasanya, seorang adik laki - laki kecil berhasil merebut perhatian kami. Cerewet bisa dibilang, tapi lebih dari itu, ia cerdas! Ya, adik itu aktif bercerita kepada kami.

Ntah, aku tiba - tiba saja ingat adikku, ingat orang tuaku, membayangkan juga jika ia adalah keluargaku. Terenyuh..! Adik ini begitu pintar, bukan tentang ilmu pengetahuan, tapi pintar memaknai sakitnya. Pintar memanage hatinya, bahwa ia tidak boleh membebani keluarganya, memaknai bahwa sakit ini adalah ujian bagi-Nya, bahwa Allah sayang padanya.

Kecintaannya pada keluarga juga begitu nampak. Pun rasa sayangnya pada dokter Suyaman, Sp. BS (dr. Sule) yang merawatnya.. :') Ahhhh, menetes air mata ini ketika dokter Sule datang dan selesai melakukan pungsi ascites pada adik ini.
Adik A : Dokter, A*** boleh salim tangan dokter?
Dokter Sule : Ia boleh..
Adik A : (Kemudian mencium tangan dokter). Dok, A*** pesen ya buat dokter, dokter Sule kalo operasi hati - hati ya dokter..
-------------------------------------------------(Terharu)-----------------------------------------------------------
Dokter Sule : Ya, terima kasih ya sayang.
Adik A : Ia dokter.
Ibu Adik A : Dok, sampai kapan anak saya akan dipungsi perutnya dok?
Dokter Sule : Ia bu, saya juga tidak bisa memastikan ibu sampai kapan, tapi kita akan terus berusaha. Ibu Adik A : Terima kasih dokter..

Ntahlah, sekelumit dialog yang acapkali terjadi. Rasa terharu yang sering aku rasakan. Terselip rasa haru jika paien yang ditangani mampu sembuh melalui perantara kita, dokter. Tentu, atas izin-Nya. Kemampuan kami sebagai seorang dokter terbatas, kesembuhan pasien bukan di tangan kami. Kesembuhan pasien Allah yang memberikan, kami hanyalah perantara-Nya. Tapi bukan berarti kami berpangku tangan, menunggu takdir mengambil keputusan. Ini justru semakin membuat kami sadar bahwa kami harus terus belajar, terus belajar, melalui guru - guru terbaik kami, konsulen dan yang tidak kalah berjasa adalah pasien.

Di Pojok Sana

Saat sebagian terlelap,
Masih..masih ada hiruk pikuk di sana.. 
Di pojok sana..di sudut yang mungkin sebagian orang acuh akan keberadaannya..
Tempat berkumpulnya orang -orang  yang sedang Allah uji dengan "kesakitan"..

Aku..
Aku hanyalah bagian kecil dari mereka..
Sekelumit jiwa yang berkecimpung di sana..
Mengabdikan diri di tempat itu..
Menuntut  ilmu melalui mereka..
Mereka menjadi guru, dengan keterbatasan kondisi fisik mereka..
Namun, apakah sebaliknya?
Apakah hadir kita mampu membantu mereka??
Semoga..

Malam itu, 
Detik waktu menjadi amat berat..
Detapnya semakin membuat gugup kala itu..
Bercak darah yang biasa ada di pojok sana, menjadi warna yang tak biasa..
tap..tap..
...............................................................................................
walau berat, harus kuberi penguatan pada keluarga mereka..
sembari ikhtiar yang terus mengiringi..dan doa yang membasahi bibir..

Ya, benar,
Apa yang dikhawatirkan benar adanya..
Isak tangis keluarga segera memenuhi ruang..
Sesak dada ini, tururt pula dengan sekelumit pikiran yang menghantui..
Apa yang bisa aku perbuat saat ini? Belumlah apa - apa..
Apa yang bisa kita bantu untuk mereka?

Sadarlah, masih ada waktu..
Sigaplah, teruslah belajar berpacu dengan waktu..
Mereka tak menunggumu untuk belajar,
Ya, pasienmu tidak pernah menungguku untuk belajar..
Karena dengan ataupun tanpaku, mereka sama saja.
Tapi aku?? Akulah yang seharusnya berpikir, apa gunaku? 
Apa manfaatku bagi sesama? Apa yang dapat aku beri untuk mereka?

Ya Rabbi, 
Perkenankanlah aku untuk memperoleh ilmu-Mu yang ku tahu amatlah luas..
Perkenankanlah aku untuk mampu memberi manfaat..hingga akhir hayatku..
Sehingga kelak dapat kupertanggungjawabkan diriku dihadapan-Mu..
Karena sungguh, melalui profesi ini aku ingin mnggapai ridho-Mu..
Perkenankan Ya Rabbi.


Bandar Lampung, 8 Maret 2013, 0:28

Cukup Aku Dimengerti


Ya, jangan aku kau kasihani, cukup aku dimengerti..

Cukup mewakili apa yang semestinya kita lakukan pada anak - anak ini. Anak - anak yang Allah ciptakan dengan sebaik mungkin, dengan secuil kekurangan bagi sebagian orang, namun sebetulnya adalah anugerah yang Allah titipkan pada tidak sembarang orang. Ya, Allah titipkan mereka pada orang tua - orang tua yang luar biasa, yang sebetulnya Allah siapkan mereka untuk "naik kelas".

Perlahan kususuri perjalanan menuju sekolah itu. Sekolah di mana Alif, anak ibu kosku menuntut ilmu. Pagi sekali kami menuju ke sana, dan harapanku agar aku beroleh ilmu, hari itu. Ya, aku rindu belajar pada mereka, belajar pada anak - anak dan lingkunganku.

Di luar dugaanku, ternyata sekolah itu bukan sekolah biasa. Sekolah ini menyimpan ketenangan, kedamaian, yang amat mampu aku rasakan. Hamparan halaman dan bangunan sekolah yang tidaklah sempit, letaknya yang jauh dari hiruk pikuk lalu lintas, udara yang teramat sejuk serta pepohonan yang rindang membuat setiap mata kian terlena akan keagungan Sang Kuasa.


Kekagumanku pada pemilik yayasan swasta ini kian membesar, tatkala aku menyusuri semakin ke dalam bangunan ini beserta penghuninya. Plak! Seperti tertampar rasanya ketika aku mulai berinteraksi dengan mereka...

Ya, bukan karena keadaan mereka, tapi aku benar - benar tersentak kala menyadari syukurku belumlah cukup. Ikhtiarku belum maksimal. Lihatlah mereka, mereka dengan segala keterbatasannya, tapi tetap bersemangat, tetap optimis dalam menjalani hidup. Mereka tetaplah anak - anak yang menjadi harapan orang tua agar mampu menjadi anak - anak yang cerdas, sholeh dan sholeha, yang pasti bermanfaat untuk ummat.

Tak ada sepatah kata terlebih bait melodi yang mampu mereka dengar, tapi ada indra lain yang Allah lebihkan pada mereka. Mata, serta mata hati mereka amatlah tajam. Aku yang pada awalnya merasakan bahwa tidaklah mudah berkomunikasi dengan mereka, perlahan mulai memahami bahwa ada hati yang harus kugunakan ketika berinteraksi dengan mereka. Ada hati yang harus dilibatkan untuk memahami satu sama lain. Ada hati yang mampu merasakan lebih dari segalanya tentang ketulusan. Ya, aku belajar banyak dari mereka, anak - anak tuna wicara - tuna rungu.

isyarat SIBI





Benar bahwa "keterbatasan cukup untuk disadari, tapi tidak untuk membatasi mimpi - mimpi kita"

Cukup dik, cukupkan kesedihanmu. Yakinlah, bahwa Allah beri ujian ini sesuai dengan kemampuan kita. Kalian orang yang hebat! Biarkan orang lain mengetahui kekurangan kita, biarkan saja dik. Kakak yakin meskipun tak ada bantahan yang mampu kalian buat, tak ada olokan yang mampu kalian balas, tapi ada karya besar yang sungguh mampu kalian ciptakan, dengan kesungguhan!

Terima kasih dik, pelajaran berharga telah kalian berikan kepada kami semua. Kami semua yang mungkin tidak lebih baik dari kalian, tapi kita sama - sama bertekad untuk menjadi insan yang bermanfaat bagi sesama..InsyaAllah. :)



Bandar Lampung,  25 Februari 2013  0:43 am