Showing posts with label Catatan Kuliah - Sensory System. Show all posts
Showing posts with label Catatan Kuliah - Sensory System. Show all posts

Infeksi Bola Mata

Berhati-hati dalam penggunaan rebusan air daun sirih untuk pencuci mata. Salah – salah, mata merah malah bisa menjadi buta. Ini benar – benar terjadi. Ini minggu ke – 4 kami menjalani kepaniteraan klinik stase mata di RS Abdoel Moelok Bandar Lampung.

3 hari terakhir ini kasusnya selalu sama, tidak kurang dari 3 orang pasien menderita penyakit infeksi bola mata. Endoftalmitis namanya. Awal mulanya hanya berupa infeksi ringan, mata merah karena terkena gabah padi ketika panen. Kemudian mata menjadi semakin merah dan akhirnya membengkak. Awalnya mata masih bisa melihat, dalam kurun kurang lebih 2 minggu lama kelamaan menjadi kabur dan akhirnya  tidak bisa melihat sama sekali.

Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata, biasanya akibat infeksi setelah trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis. Berbentuk radang supuratif di dalam rongga mata dan struktur di dalamnya. Peradangan supuratif di dalam bola mata akan memberika abses atau nanah di dalam badan kaca. Penyebab endoftalmitis supuratif adalah kuman dan jamur yang masuk bersama trauma tembus (eksogen) atau sistemik melalui peradarahan darah (endogen).

Endoftalmatis eksogen dapat terjadi akibat trauma tembus atau infeksi sekunder pada tindakan pembedahan yang membuka bola mata. Endoftalmitis endogen terjadi akibat penyebaran bakteri, jamur, ataupun parasit dari fokus infeksi di dalam tubuh.

Bakteri yang sering merupakan penyebab adalah stafilokok, streptokok, pneumokok, pseudomonas, dan basil sublitis. Jamur yang sering mengakibatkan endoftalmitis supuratif adalah aktinomises, aspergilus, fitomikosis sportrikorm dan kokidioides.

Endoftalmitis merupakan penyakit yang memerlukan perhatian pada tahun terakhir ini karena dapat memberikan penyulit yang gawat akibat suatu trauma tembus atau akibat pembedahan mata intra okular. Peradangan yang disebabkan bakteri akan memberikan gambaran klinik rasa sakit yang sakit, kelopak merah dan bengkak, kelopak sukar dibuka, konjungtiva kemotik (edema) dan merah, kornea keruh, bilik mata depan keruh yang kadang – kadang disertai dengan hipopion. Kekeruan ataupun abses di dalam badan kaca, keadaan ini akan memberikan refleks pupil berwarta putih sehingga gambaran seperti retinoblastoma atau pseudoretinoblastoma.

Bila sudah terlihat hipopion keadaan sudah lanjut seingga prognosis lebih buruk. Karena itu, diagnosis dini dan cepat harus dibuat untuk mencegah berakhirnya dengan kebutaan pada mata.

dok. pribadi. Endoftalmitis,
terlihat kelopak merah dan bengkak sulit dibuka,
konjungtiva kemotik (edema), kornea keruh,
hipopion, visus 0 (buta)

dok. pribadi. endoftalmitis (lagi)
visusnya 1/~ (hanya bisa melihat cahaya)
Ya, berhati - hatilah dalam menggunakan obat - obatan. Terutama obat - obatan yang diramu sendiri, karena sterilitasnya tentu tidak dapat dijamin. Bukan berarti rebusan daun sirih tidak mengandung antimikroba, tapi jika dikerjakan secara tidak tepat, maka bukan khasiat yang didapat, melainkan bahaya yang mengancam.

Benda asing yang melukai mata, biasanya menyebabkan mata merah. Nah luka pada mata itulah yang merupakan celah bagi kuman untuk masuk dan menginfeksi mata. Ketika mata yang luka tersebut dicuci dengan air rebusan daun sirih yang tidak steril, maka tidak butuh waktu lama bagi bakteri dan jamur dari daun - daunan dan dari air tersebut untuk berkembang biak pada mata. Hasilnya,mata semakin merah, membengkan, infeksi memberat, serta tajam penglihatan menurun bahkan bisa buta.

So, jadi bahan pembelajaran untuk kita semua bahwa alam semesta ini sudah Allah ciptakan dengan sempurna. Setiap karya ada yang mencipta, Setiap penyakit ada sebab dan tentu ada obatnya. Tugas kita sebagai makhluk Allah adalah bersyukur dengan menjaga kesehatan diri, serta bijak dalam memilih obat.

"(Yaitu Tuhan); Yang telah menciptakan aku, maka Dia yang memberi petunjuk kepadaku. Dan Yang memberi makan dan minum kepadaku. Dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkan aku. Dan yang akan mematikan aku, dan kemudian akan menghidupkan aku (kembali)." (QS. Asy-Syu'araa : 78-81).

Kupas tentang Bintitan

Hari ke-3 di minggu kedua menjalani kepaniteraan klinik di stase Mata. Dalam satu minggu ke depan kami menimba ilmu di Metro, RS Ahmad Yani. Stase mata memiliki bagian yang mirip dengan stase THT, ada poliklinik mata, ruang rawat inap bedah bagian mata, dan OK (kamar operasi).

Nah, hari ini di poliklinik mata ada kasus bintitan. Dalam istilah kedokteran, bintitan ada 2 macam, kalau yang akut disebut dengan hordeolum, sedangkan yang kronik disebut dengan kalazion. Hayo, ada yang pernah bintitan? hehe..

Jadi hordeolum dan kalazion itu punya persamaan, yaitu sama-sama merupakan peradangan kelenjar kelopak mata. Perbedaannya, hordeolum punya gejala klinis yang sifatnya akut, yaitu kelopak mata bengkak, nyeri bila ditekan, warna nya merah, kadang - kadang disertai keluhan kelopak mata yang sulit diangkat atau disebut ptosis maupun pseudoptosis. Pada hordeolum, pseudoptosis terjadi karena kelopak mata atas (palpebra superior) bertambah berat sehingga sulit mengangkat kelopak.

Sedangkan kalazion, karena merupakan peradangan granulomatosa kelenjar Meibom yang tersumbat, sifatnya kronik, tidak ada tanda radang akut. Jadi sifat benjolannya sudah lebih tenang, hanya berupa benjolan pada kelopak mata, tidak nyeri, tidak  merah, ada pseudoptosis.

Penyebab bintitan apa? Ngintip orang mandi? Kebanyakan mewek? Atau ada yang lain? 
Penyebabnya adalah infeksi bakteri Staphylococcus sp. pada kelenjar sebasea kelopak mata.

Kalau udah kena penyakit bintitan cara ngobatinnya gimana?
Nah, terapi penyakit ini tergantung jenisnya.
Kalau hordeoloum (akut), kita terapi oral dengan antibiotik dan antiinflamasi. Untuk mempercepat radang mereda, dapat diberikan kompres air hangat 3 kali sehari, selama 10 menit sampai nanah keluar. Kadang - kadang diperlukan insisi hordeolum, fungsinya untuk mengeluarkan nanah dari kantung nanahnya.

Untuk kalazion, prinsip penatalaksanaaannya hampir sama dengan hordeolum. Terapi oral dan jika diperlukan dapat dilakukan tindakan ekskokleasi kalazion.

Hari ini kami mendapatkan seorang pasien dengan diagnosa kalazion. Berikut prosedur ekskokleasi kalazion yang dilakukan :


dok.pribadi. Alat dan bahan untuk ekskokleasi kalazion
Alat dan bahan yang diperlukan:
  • Tetes mata topikal pantocain 2%
  • Salep mata antibotik, Gentamicin 0,3%
  • Klem kalazion
  • Kuret
  • Spuit 1 cc
  • Kapas
  • Kassa
  • Plester
  • Gunting
  • Bengkok
Setelah siap, maka prosedur ekskokleasi kalazion sebagai berikut :
  1. Setelah pasien berbaring di tempat tidur (bed) tindakan, minta pasien untuk membuka mata. Buka kelopak mata pasien yang sakit, dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari kita. Berikan tetes mata pantocain 2-3 tetes pada mata yang sakit.
  2. Lakukan anestesi infiltratif, suntikkan lidocain 2% di bawah kulit kelopak mata, tepat di depan kalazion.
  3. Kalazion dijepit menggunakan klem kalazion, jepit pada palpebra inferior yang terdapat kalazion. Kemudian putar skrup pada klem hingga terfiksasi.
  4. Balik klem, sehingga konjungtiva tarsal dan kalazion terlihat. 
  5. Dengan menggunakan kuret tajam, lakukan insisi kalazion tegak lurus terhadap margo palpebra (membentuk angka 1/vertikal), kemudian isi kalazion dikuret sampai bersih. Lepas klem kalazion.
  6. Beri salep mata Gentamicin 0,3% pada kelopak mata yang sakit. Kemudian tutup mata dengan kassa dan plester.
Setelah prosedur ekskokleasi selesai, pasien dapat diedukasi untuk mengganti perban setiap pagi hari, dan mengolesi salep mata antibiotik pada malam hari. 

dok.pribadi. Prosedur ekskokleasi kalazion (bintitan)
Prosedur ini dapat dilakukan oleh dokter layanan primer ketika menemukan kasusnya di puskesmas maupun di praktek sehari - hari. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat untuk pembaca :)

*Catatan:
  • Dalam menangani hordeolum dan kalazion, kemungkinan ke arah keganasan tetap dipikirkan. Tampilan karsinoma kelenjar meibom mirip dengan kalazion.
  • Pasien diminta untuk kontrol kembali terutama jika peradangan tidak mereda. Cari underlying cause-nya.

Kepustakaan:
Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta. FK UI. Hal 92-95
Vaughan, D., dkk. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta. Widya Medika. Hal 82

Menangis dan Meler, Normalkah?

Pernah menangis? Kalem aja jawabnya, :)
Jangan berkecil hati, bersyukurlah kalau kita masih bisa menangis, karena itu satu pertanda kelembutan hati *ceilee.. Menangis itu alamiah, saking alamiahnya, kadang kita suka nangis untuk hal yang sulit dijelaskan. Tapi, no problem, selagi dalam batas normal, dan untuk hal - hal yang positif, ini masih diperbolehkan.

Ok, sepertinya pengantar ini terlalu panjang yaa.. Coba deh kita perhatikan, saat kita menangis, kadang - kadang kita suka ingusan. Meler kalau orang Inggris bilang. hehe. Ya, kesannya jorok ya, nangis sambil isak - isak gitu. Tapi ternyata itu semua fisiologis.

Begini, di bagian kelopak mata kita, ada yang namanya aparatus lacrimalis. Aparatus lakrimalis terdiri dari kelenjar lakrimal, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus lakrimalis. Proses produksi air mata dipengaruhi oleh kerja sistem saraf parasimpatis. Air mata itu sendiri disekresikan oleh kelenjar air mata atau kelenjar lakrimal. 

sumber: 3.bp.blogspot.com. Anatomi aparatus lacrimalis

Setelah disekresi, air mata kemudian dialirkan mulai dari punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, duktus nasolakrimal, kemudian bermuara akhir di meatus inferior dari rongga hidung. Air mata diarahkan ke dalam punctum oleh isapan kapiler, gaya berat, dan dengan berkedip. Kekuatan gabungan dari isapan kapiler dalam kanalikuli, gaya berat, dan kerja memompa dari otot Horner yang merupakan perluasan Musculus Obricularis Oculi ke titik di belakang sakus lakrimalis, semua cenderung meneruskan air mata ke bawah melalui ductus nasolacrimalis ke meatus inferior keluar hidung.

Inilah yang menjadi alasan mengapa saat kita menangis, hidung kita jadi meler...

Belum selesai, setelah tau yang normal atau fisiologis, tentu ada kelainan-kelainan atau keadaan patologisnya. Diantaranya adalah :
  • Dakrio adenitis : peradangan pada glandula lakrimalis
  • Kanakulitis : peradangan pada kanalikuli
  • Dakrio sistitis : peradangan pada saccus lakrimalis
Kita bahas salah satu, dakrio sistitis.
Dakriosisititis merupakan peradangan pada saccus lacrimalis. Penyebabnya adalah obstruksi parsial (penyumbatan) pada duktus nasolacrimal dan infeksi. Karena penyumbatan tersebut, akhirnya air mata berkumpul tertahan di saccus lacrimal menyebabkan bengkak dan dilatasi. Secara klinis, dibagi menjadi 3 :
  • Dakriosistitis infant (terjadi pada bayi baru lahir, biasanya karena pebentukan duktus nasolacrimal yang tidak sempurna)
  • Dakriosistitis primer akut dan kronik
  • Dakriosistitis sekunder (akibat trauma)
Yang paling sering terjadi adalah dakriosistitis primer. Pada keadaan akut, gejala yang muncul berupa:
  • sakit, panas, bengkak pada daerah palebra inferior (kelopak bawah)
  • ada pus (nanah) pada punctum lacrimal
  • epifora (mengeluarkan air mata berlebih)
  • bila abses pecah, terbentuk fistel (celah) karena saccus lacrimal meregang
Tatalaksana tergantung dari manifestasi penyakit. Secara umum diberikan tatalaksana medikamentosa dengan antibiotik lokal dan teknik probing. Untuk operatif yaitu dacryocystorhinostomy jika medikamentosa gagal.

sumber: dr. Budu, Sp. M, Ph.D. Acute Dacryocystitis



Kepustakaan: 
Histologi Dasar Luiz Carlos Junqueira. Ed.10 halaman 464

Koas THT - Kolesteatom #3

Setelah kurang lebih 2 minggu menjalani kepaniteraan klinik di bagian THT RSAM, maka 9 hari berikutnya adalah giliranku bersama 5 orang rekanku untuk menjalani kepaniteraan klinik di RSAY Metro. Di sini kami dibimbing oleh seorang dokter spesialis THT, dr. Hadjiman Yotosoedarmo, Sp. THT. Usia beliau tidak kurang dari 60 tahun, namun semangatnya luar biasa.


dok. pribadi. RS Ahmad Yani Metro

dok. pribadi. Stase THT RS Ahmad Yani Metro
bersama dr. Erline, dr. Hadjiman, Sp. THT

Beliau punya gaya komunikasi yang menarik menurutku, bagaimana tidak, keramahan, kepedulian, kecerdasan, jadi 1 paket kombo. 9 hari saja memang, tapi niat beliau untuk transfer ilmu dan transfer pelajaran hidup dapat amat terasa. Bukan BMW, atau rumah mewah yang jadi kebanggaan, melainkan sebuah sepeda hijau yang menemaninya setiap hari untuk datang dan pergi termasuk ke RS Ahmad Yani. Bayangkan, di lorong - lorong rumah sakit, beliau tak segan untuk mengayuh sepedanya, makin kece dah..

Apalagi kalau sudah diskusi tentang materi THT, ngelotok banget, malu sendiri kadang, dengan ilmu kami yang belum ada apa -apanya. 

dok. pribadi. dr. Hadjiman, Sp. THT akan melakukan
rinoskopi posterior untuk melihat sumber epistaksis

Ya, kegiatan kami melakuakn pemeriksaan di poliklinik, follow up pasien di bangsal THT, juga ikut beliau operasi di OK jika ada jadwal operasi. Ada yang menarik di sini, kalau bicara masalah THT, semua pasti berpikir stase ini ga jauh - jauh dari serumen atau orang basa bilang congek, hehehe. Emang bener kok, di sini pasien datang dengan keluhan baik telinga, hidung, dan tenggorokan, salah satunya memang dengan keluhan kuping budek, dan setelah diperiksa memang ada serumen/kotoran kuping yang menyumbat. Suctioning atau irigasi telinga, jadi kegiatan yang kerap kami temui di sini.

Pasien bisa datang dengan keluhan bermacam - macam. Contoh, seorang pasien mengeluh keluar cairan dari telinga (otorrhoe) sering berulang - ulang. Kadang disertai penurunan pendengaran di salah satu telinga. Jarang disertai keluhan nyeri, namun pasien mengeluh telinga berdengung (tinnitus), kadang juga vertigo. Ya, setelah memperoleh data anamnesa yang cukup, bisa kita lanjutkan pemeriksaan status generalis, kemudian pemeriksaan THT. 

Untuk pemeriksaan telinga, bisa kita gunakan headlamp dan spekulum telinga, atau dengan otoskop.

dok. pribadi. Pemeriksaan telinga dengan headlamp dan spekulum telinga

dok. pribadi. pemeriksaan telinga dengan otoskop, tanpa perlu headlamp
Kemudian, kita lakukan pemeriksan hidung, mulai dari inspeksi hdung luar, sampai pemeriksaan rinoskopi anterior dan rinoskopi posterior jika diperlukan. Setelah itu, bisa dilanjutkan dengan prosedur pemeriksaan tenggorokan untuk menilai keadaan mukosa mulut, gigi, tonsil, sampai faring dengan pemeriksaan laringoskopi indirek.

dok. pribadi. pemeriksaan hidung (rinoskopi anterior) dengan spekulum hidung
dok. pribadi. pemeriksaan rinoskopi posterior
Ya, itu semua adalah prosedur - prosedur pemeriksaan THT yang sering koas kerjakan di kepaniteraan ini. Benar - benar skill diasah di sini. Ada yang menarik, ketika kami berdiri di belakang, memperhatikan dokter memeriksa pasien, dokter Hadjiman berkata, ini yang namanya kolesteatom (sambil memegang pengait serumen dan serius hendak mengeluarkan kotoran telinga pasien).

dok. pribadi. dokter sedng melakukan ekstraksi serumen
Setelah kolesteatom berhasil dikeluarkan dari liang telinga, dokter kemudian meletekkan kolesteatom itu ke sebuah kassa. Beliau berkata, 
Dulu waktu saya jadi koas kaya kalian ini, profesor saya setiap pagi selalu bilang. "Kolesteatom...kolesteatom.. ". Kami pasti selalu diminta profesor cium bau kolesteatom. Baunya khas ini. Saya si ga nyuruh, tapi kalau kalian mau coba, silakan..

Nunduk dan berpikir keras. Kami saling kode satu sama lain, ada yang ragu menanggapi tawaran dokter, ada pula yang yakin. ya, aku termasuk yang penasaran baunya. Kapan lagi coba dapet pasien dengankolesteatom..Ya, akhirnya, aku, ghina, dan muslim yang coba hirup sedikit aromanya...dan ternyata..Luar biasa. *jleb* berasa masuk ke tenggorokan baunya.


dok. pribadi. kolesteatom, baunya~khas
Ya ga papa, kabar baiknya kami jadi tahu "aroma khas" itu. Dan semoga menjadi penyemangat kami untuk belajar THT dengan baik, karena besok kami ujian hari ke-3. Doakan ya, semoga ujian hari terakhir besok berjalan lancar dengan ilmu yang berkah, dan hasil yang memuaskan.. aamiin.

Koas THT - Pemeriksaan Fungsi Pendengaran #2

2 hari lagi menjalani kepaniteraan di stase THT ini. Baru sempat kembali merangkum perjalananya. Semoga ada manfaat yang bisa dipetik oleh pembaca. Di poliklinik THT ada beberapa peralatan medis yang diperlukan. Seperti bengkel bisa dibilang, karena memang di stase ini, lebih banyak menggunakan skill dalam penegakan diagnosa dan tata laksana penyakitnya.
Berikut beberapa peralatan yang ada di poliklinik THT :

dok.pribadi peralatan di poliklinik THT
Kemudian dalam penegakan diagnosa penyakit yang memiliki keluhan penurunan pendengaran atau telinga berdenging, biasanya kita memerlukan pemeriksaan fungsi pendengaran. Dimulai dari tes yang sederhana, yaitu tes garpu tala. Namun tes garpu tala hanya bisa membedakan jenis ketulian, tuli konduksi (CHL-conductive hearing loss) atau tuli sensorineural (SNHL-sensory neural hearing loss). Untuk itu pada kasus - kasus tertentu kita perlu melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran lebih lanjut, salah satunya denga menggunakan pemeriksaan audiometri nada murni.

Audiometri nada murni punya keunggulan, diantaranya:
1. bisa mendeteksi adanya ketulian
2. bisa membedakan jenis ketulian CHL, SNHL, atau mix (campuran)
3. bisa mendeskripsikan derajat (berat ringannya) ketulian

dok. pribadi. pemeriksaan audiometri

Jangan salah, kesempatan ini tidak kami sia-siakan. Beberapa hari di RSAM, kami memperhatikan kak oto (seorang perawat di poliklinik THT), beliau sudah mahir menggunakan alat ini, sudah ratusan orang yang beliau periksa fungsi pendengarannya. Akhirnya, di hari terakhir kepaniteraan THT RSAM, kami diajari oleh kak oto tentang prinsip penggunaan audiometri. Kami juga satu per satu memeriksa telinga kami menggunakan alat ini. Dan hasilnya alhamdulillah, telinga kami masih normal :')

Kak oto memeriksa "funsi pendengaran" koas

Ya, begitu spesialnya pendengaran kita, sampai di Al-Qur'an beberapa kali Allah sebutkan, diantaranya adalah:
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur." (QS An-Nahl (16) : 78)
"Dan Dialah yang telah menciptakan bagimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, tetapi sedikit sekali kamu bersyukur." (QS. Al-Mu'minun (23): 78)

Perhatikan kalimat yang kontradiktif itu. Alangkah sombongnya kita, diberikan pendengaran, penglihatan, juga hati nurani, tapi sedikit sekali bersyukur. Baiknya kita mengambil pelajaran, bahwa bersyukur atas nikmat Allah yang begitu luas menjadi amat penting. Dengan apa? Jauhi indera kita dari maksiat, dari lalai terhadap menyebut-Nya, lalai zikir kepada-Nya, dan kerap mendengar aib orang lain. Sebaiknya, kita menggunakan karunia yang Allah telah berikan sebaik mungkin dengan mendengar, melihat, dan merasakan melalui hati nurani, semua hal yang baik, yang Allah ridhoi. Karena sungguh, semua akan dimintai pertanggungjawabannya. 

"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua akan diminta pertanggungjawabannya." (QS Al-Isra' (17): 36)

Koas THT #1

Uyey..
Life must go on...Ga cuma life yang terus go on, koas juga. ^^ Setelah selesai menjalani kepaniteraan kedokteran komunitas selama 8 minggu, maka 4 minggu ke depan kita mesti semangat buat stase selanjutnya, THT (Telinga Hidung Tenggorokan). Stase ini kami jalani dengan bahagia. Bahagia karena di stase ini kami akan mendapat pengalaman baru, bahagia juga karena dengan format kelompok yang baru (ada ressi, sari, dan adik fitri) yang menggantikan desfi di stase radiologi. Ok, sebenernya dari format kami yang baru, berjumlah 12 orang ini, ada yang paling berbahagia: ressi karena di minggu pertama stase ini ia akan tunangan. hehe. ya, tunangan, tentulah dia orang yang paling berbahagia. Mari kita sama - sama mendoakan semoga Alloh ridhoi ia menggenapkan setengah diennya..aamiin ^^

dok. pribadi. Ruang Anggrek RS Abdoel Moeloek
Stase THT seru, kata senior yang sudah menjalani. Stase THT santai, kudu apel pagi - pagi, dan harus absen datang dan pulang dengan on time. Apapun "katanya", yang penting niat kita baik ada di sini, belajar agar beroleh ilmu yang manfaat. aamiin. Rasulullah pernah bersabda,
Allah SWT berfirman, "Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku akan bersamanya selama ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam sekumpulan orang maka Aku akan mengingatnya dalam sekumpulan yang lebih baik dan lebih bagus darinya..." HR Bukhari Muslim
So, mari berpikir positif terhadap rencana-Nya. :)

Hari pertama, tentu kudu perkenalan dengan seluruh perawat, dokter umum, dan juga dokter spesialis THT di sini. Satu lagi, di hari pertama ini juga ku tekadkan dalam hati adalah untuk lebih on time, maklum stase - stase sebelumnya suka jadi koas telatan, hehe. Ah, aku tidak sendiri, tentu setiap kita juga sebenarnya ingin lebih baik dari sebelumnya, mulai dari hal - hal yang kecil. Right? *sok Inggris hehe

Hari kedua, follow up. Ya, pukul 07.00 sudah mulai grasak - grusuk. Hari itu kami dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, 3 orang jaga ruangan, 6 orang di poliklinik, 3 orang di kamar operasi (OK). Aku kebagian jadwal di ruangan, artinya pagi itu harus follow up pasien di rawat inap ruang Anggrek. Follow up? Udah lama ga denger kata follow up.. Apa itu? Sejenis makanan pokok koas ya? ^^>

Ya, pagi itu di ruang rawat inap hanya ada 1 orang pasien THT. Seorang ibu usia 50an tahun, sebut saja Ny. S. Dari gaya bicaranya, nampak si ibu ini bersuku Sumatra. Tampak selang NGT (nasogastrik tube) terpasang dari hidungnya menuju lambungnya.
"Selamat pagi Ibu, gimana  keadaannya pagi ini Bu?" tanyaku.
"Ini nak, dada ibu panas, di kerongkongan juga terasa sakit." 
"Memangnya bagaimana bu sebelumnya, bisa terasa begitu?"
"Gini nak, panjang ceritanya...Ibu sudah 1 minggu bolak - balik rumah sakit. Sebelumnya ibu dirawat di rumah sakit sebelah, awalnya ibu masuk ke poli saraf, kemudian dari poli saraf ibu disuruh ke poli THT, akhirnya sekarang ibu dirawat di sini, dan kemarin habis dioperasi. di sini"
Ternyata Ibu ini adalah pasien post operasi THT 2 hari yang lalu. Lalu aku melanjutkan,
"Operasinya operasi apa bu?"
"Operasi ngambil gigi palsu nak.."
"Gimana ceritanya bu bisa ketelen gigi palsu?"
"Jadi nak, kurang lebih satu minggu yang lalu ibu makan pisang, pas pisangnya habis ibu pegang gigi atas ibu, kok hilang ya... Terus ibu kaget, apa ketelen ya? Mendadak, ibu langsung mual- mual dan muntah karena ketakutan gigi palsunya bener - bener ketelen."
Jadi Ibu ini tertelan gigi palsunya, tapi apa daya, sudah dimuntahkan diminumkan ar putih yang banyak juga gigi palsu gak keluar. Sejak saat itu juga ibu langsung merasakan nyeri dadanya, kerongkongan juga mendadak gatal, mungkin karena ia merasa khawatir, ada benda asing yang nyangkut di lehernya.

Singkat cerita, setelah 1 minggu berobat akhirnya 2 hari yang lalu ibu dioperasi di OK (operatie kamer) RSAM, dari bahasa Belanda yang artinya kamar operasi. Setelah operasi itu, ibu tetap merasakan gatal di kerongkongannya. Bedanya, saat ini ibu sudah bisa makan dan minum susu lewat selang NGT yang terpasang dari hidungnya.

Siang harinya saat koas mengikuti visit dokter umum dan  dokter spesialis THT, terjawab sudah kebingungan kami. Begini, diagnosa benda asing yang tertelan masuk ke dalam rongga tubuh, dalam hal ini adalah gigi palsunya, dalam istilah kedokteran dinamakan corpus alienum. Setelah dilakukan pemeriksaan radiologi (rontgen bagian diafragma), didapatkan hasil berupa corpus alienumnya berada di kerongkongan (oesopagus), bukan di tenggorokan (trakea), sehingga tidak mengganggu jalan napas pasien. 

Di ruang operasi (OK), setelah pasien dilakukan anestesi general (bius umum), dokter melihat corpus alienum tersebut dengan metode oesophaguscopi. Dokter spesialis THT menemukan benda asing di kerongkongannya, namun karena pertimbangan bahwa benda asing tersebut ukurannya cukup besar, dan jika dikeluarkan dari tenggorokan akan dapat melukai tenggorok dan mengakibatkan perdarahan, maka diputuskanlah oleh dokter THT untuk tidak mengeluarkannya lewat mulut atau hidung. Akhirnya beliau memutuskan untuk mendorong benda asing tersebut ke dalam, dengan harapan benda asing tersebut dapat masuk ke lambung dan keluar lewat feses (kotoran manusia). Operasi selesai.

Kemudian keesokan harinya, dilakukan rontgen ulang untuk melihat posisi gigi palsu ibu post operasi, apakah sudah masuk lambung atau belum. Hasilnya seperti berikut: 

dok.pribadi. Perhatikan sisi melengkung (berbentuk C)
berwarna putih (radioopak) di kerongkongannya
Begini penjelasannya, ternyata yang kupahami awal adalah salah. Saat follow up sebelumnya, aku membayangkan melalui cerita ibu ini, bahwa yang ia telan saat makan pisang adalah "GIGI palsu". Tapi dari rontgen? Bentuknya huruf C dan itu besar, tentu bukanlah GIGI.. Jangan - jangan???

Tentu sudah terbayang ya? Ya, ibu ini bukan saja tertelan gigi palsu. Tapi beserta gusi palsunya juga -__-
Pantas saja ia merasa panas dan gatal di lehernya. Rasa panas dan gatal di tenggorokannya disebabkan karena ada benda asing di kerongkongannya. Jadi gigi palsu tidak bisa serta merta menempel di mulut, perlu ada gusi buatan yang juga melekat pada gusi asli. Nah, agar gampang dipahami, kita sebut saja sebagai gusi palsu dan gigi palsu ya. Gusi palsu umumnya terbuat dari bahan acrylic, yaitu bahan cetakan gusi untuk bagian luar dan bahan ini jika di-rontgen tentunya tidak akan menimbulkan bayangan putih atau radioopak. Sedangkan yang membentuk rangka gusi di bagian dalamnya agar berbentuk melengkung adalah sebuah kawat. So, yang membuat bayangan radioopak pada gambaran rontgen, dan dapat kita lihat sebagai lengkungan berbentuk "C", adalah bahan logam kawatnya

Bagaimana dengan posisinya? Posisi kawat gusi ibu ini ternyata masih berada di kerongkongannya dan belum masuk ke lambung. Harapan dokter sebelumnya adalah, ketika didorong ke dalam, maka akan masuk ke lambung. Ternyata belum, gusi palsu tersebut masih menyangkut di kerongkongannya. Sebelum operasi, posisi gusinya horizontal atau memalang. Setelah didorong, ada perubahan posisi menjadi sedikit miring sehingga memungkinkan untuk makanan atau minuman dapat masuk lewat kerongkongannya. Terbukti dengan setelah operasi dikerjakan, selang NGT tersebut bisa masuk dari hidung sampai ke lambung pasien.

Setelah menjelaskan kondisi pasien saat ini, dokter spesialis THT akhirnya menyarankan pasien ini untuk dirujuk ke Jakarta. Pertimbangannya adalah, kemampuan peralatan di rumah sakit ini yang belum memadai, sehingga untuk kasus corpus alienum seperti ini butuh penanganan yang lebih lanjut. Akhirnya, setelah berdiskusi dengan keluarganya, ibu ini akhirnya bersedia untuk dirujuk ke Jakarta.

------------

Tidak lama selesai visit, saatnya bimbingan...

Bimbingan pertama dengan dokter spesialis THT: dr. Fatah Satya Wibawa, Sp. THT-KL. Mmmm.. Rasanya, dag dig dug dueer.. Serius, ini bimbingan kami pertama kali. Materi baru sebatas membaca dan menghapal, belum bisa melakukan prosedur dengan benar, sumbernya pun "buku saku".. Benar - benar buku yang seukuran saku kecil, belum sempat membaca textbook-nya. Ah, koas selalu saja begitu, tempatnya salah dan khilaf. Tapi kami mau terus belajar dok. *nunduk* :')

Bimbingan pertama ini benar - benar luar biasa. Bagaiman tidak, metodenya seperti ujian lisan. Duduk melingkar, posisi dokter di tengah. Duduk yang tegap, tidak diperkenankan menunduk, contek - contek catatan pribadi, apalagi intip - intip buku saku sakti. Harus siap, karena bukan saatnya menghapal lagi kalau sudah waktunya bimbingan. Tapi di sini saatnya berdiskusi.

Dengan gaya kerennya, dokter menanyakan pertanyaan pertama,
Jelaskan prosedur pemeriksaan telinga!
Mulai dari kharisma menjawab,
Prosedur pemeriksaan telinga, Satu, siapkan alat, berupa sumber cahaya terarah atau head lamp, atau spekulum telinga dan otoskop. 
Apa kamu bilang? Coba ulangi..
Ya dok, prosedur pemeriksaan telinga, satu siapkan alat berupa sumber cahaya terarah atau head lamp dan spekulum telinga, atau otoskop.

Ya, kami mengangguk pelan. Dokter kemudian menjelaskan.
Yang benar, kalau bicara. Kalau kita sudah siapkan sumber cahaya terarah atau head lamp, maka kita perlu menyiapkan spekulum telinga. Tapi kalau sudah ada otoskop, tidak perlu lagi kita gunakan sumber cahaya/head lamp.
Lanjut, sebelahnya, jelaskan prosedur pemeriksaan telinga!
Ah, untung bukan aku. Kemudian rekanku yang ditunjuk menjawab,
Mmm..Prosedur pemeriksaan telinga, pertama siapkan peralatan, berupa headlamp, spekulum telinga, atau otoskop. Lalu, positioning pasien.
Kalau sudah ada kata pertama, jangan pakai lalu. Konsisten dong, pertama, kedua, ketiga, begitu seterusnya..
Dig dug duar, seketika hapalanku mendadak melayang, kali ini benar-benar grogi, padahal belum giliranku ditanya. Akhirnya, rekanku melanjutkan dan memperbaiki jawabaannya, (nampaknya ia kapok untuk menggunakan pertama, kedua, dan ketiga) hehe.
Maaf dok. Prosedur pemeriksaan telinga, siapkan peralatan berupa sumber cahaya tearah atau head lamp, spekulum telinga, atau otoskop. Kemudian positioning pasien. Lutut kanan pemeriksa bertemu dengan lutut kiri pemeriksa. Selanjutnya...
Coba sebelahnya lagi.. (dokter tiba-tiba memotong)
Baik dok, prosedur pemeriksaan telinga, Pertama siapkan alat, yaitu head lamp atau sumber cahaya terarah dan spekulum telinga, atau otoskop. Kedua, posisikan pasien. Untuk memeriksa telinga kanan, posisikan lutut pasien sebelah kanan bertemu lutut pasien sebelah kiri. Begitu pun sebaliknya....
Sebelahnya lagi..(dipotong lagi..)
Jawaban kami, 12 orang kurang lebih sama.. Ada yang salah dan mentok pada kata "Lutut pasien bertemu dengan lutut pemeriksa"... Dokter akhirnya menerangkan,
Positioning pasien yang benar adalah untuk memeriksa telinga kanan, tungkai kanan pemeriksa sejajar dengan tungkai kiri pemeriksa.
Aaah, tepat sekali dok! Terima kasih dok sudah meluruskan hapalan kami yang jadi kesalahan berjamaah para koas, tentu karena mengandalkan buku sakti tanpa kroscek lagi kebenarannya. hehe. Begitulah kurang lebih bimbingan itu berjalan dengan adrenalin yang terus terpacu. Keringet dingin tapi kudu staycool.

Bukan koas namanya kalau ga  belajar dari pengalaman, kini giliran aku yang ditanya,
Bagaimana prosedur pemeriksaan rhinoskopi posterior?
Prosedur pemeriksaan rhinoskopi posterior. Persiapkan alat, berupa cermin nasofaring, head lamp, tongue spatel, alat pemanas bisa berupa lilin atau bunsen. Kemudian informed consent kepada pasien tentang prosedur yang akan dikerjakan... (Diam sejenak sambil mengingat-ingat..) Selanjutnya... Minta pasien membuka mulutnya lebar - lebar. Salah satu tangan pemeriksa, dengan menggunakan tongue spatel, menekan lidah di bagian 2/3 anterior ke arah dasar mulut. Minta pasien bernapas lewat mulut.
 (Menghela napas dan melanjutkan) Dengan menggunakan tangan pemeriksa yang lain, ambil cermin nasofaring. Bakar cermin dengan menggunakan lilin....
Apa? Bakar kamu bilang? Kamu bakar sampai membara gitu cerminnya?
Mmm *glegek* Maaf dok --_--
Maaf dok, maksud saya hangatkan cermin nasofaring dengan lilin, agar tidak berembun dan jernih.....
Berembun? Jadi sebelumnya cermin nasofaringnya berembun? Mmm.. Kamu bilang jernih? Memangnya sebelumnya cermin nasofaring kamu berkabut?
Aaaaah..salah maning, seingatku begitu, dihangatkan agar tidak berembun dan agar tidak berkabut. Ternyata salah.. Karena melihat aku yang pucat pasi mungkin ya, akhirnya dokter meluruskan,
Cermin nasofaring dihangatkan di atas penghangat, bisa menggunakan lilin, bunsen, atau air panas, tujuannya bukan agar tidak berembun atau agar jernih (sambil melirik kepadaku), tapi agar mencegah kondensasi.
Begitulah kurang lebih suasananya, seru. Sejak saat itu, kami dilatih untuk berhati-hati dalam berbicara, harus dipikirkan dengan baik sebelum diucapkan. Karena setiap kata yang keluar dari mulut kita harus dapat dipertanggungjawabkan. Sistematis dalam berbicara. Kemudian, perlu dipahami bahwa tujuan kita berbicara adalah bukan membuat orang lain menjadi bingung, melainkan agar membuat orang lain mengerti terhadap apa yang kita bicarakan.

dok.pribadi. Sesaat setelah bimbingan usai.
Berucap syukur setelah bimbingan usai, alhamdulillah..


dok. pribadi. detik - detik setelah bimbingan
lihat, masih pada ngebul otak dan jantungnya hehe

Bimbingan kali ini adalah bimbingan terkeren sepanjang perjalanan menjadi koas. Jauh dari kata ngantuk, bosan, apalagi main - main. Rasanya, ada transfer semangat dari sang guru melalui cara beliau mengajar, ada transfer message pula dari beliau kepada kami bahwa memiliki kemampuan komunikasi yang baik menjadi amat penting, sehingga bisa mencerminkan tingkat pemahaman kita, baru sekedar tahu, hapal, paham, atau sudah menjadi kebiasaankah ilmu - ilmu tersebut. Itulah esensi dari ilmu yang bermanfaat.



Laporan Praktikum Mikrobiologi Uji Biokimia

Identifikasi Bakteri Berdasarkan Hasil Pewarnaan Gram dan Uji Biokimia

Tanggal : 2-3 Desember 2010
Lokasi  : Laboratorium Mikrobiologi Fak. Kedokteran Universitas Lampung





  



Si Penyebab Kepala Berputar

Sebagian besar kasus vertigo tidak diketahui kausanya sehingga terapi lebih banyak bersifat simtomatik dan rehabilitatif.
Pusing (dizziness) adalah keluhan subjektif yang paling sering ditemui. Banyak sekali ditemukan penyakit yang memberi gejala pusing. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menelusuri dengan rinci, pusing seperti apa yang dimaksud oleh pasien. Vertigo, misalnya. Sesuai asal katanya dari bahasa Latin vertere yang berarti memutar, maka pusing pada vertigo lebih mengarah pada sensasi atau ilusi dari suatu gerakan berputar. Entah, orang itu merasa ruangan di sekitarnya berputar atau dirinya yang memutari ruangan tersebut. Tak jarang pula, vertigo disertai rasa mual, muntah, atau keringat dingin.
Penyakit ini tak kalah pamor dibandingkan penyakit neurologi lainnya. Hal itu dibuktikan dengan “keberhasilannya” menduduki peringkat ketiga sebagai keluhan terbanyak setelah nyeri kepala (migrain) dan low back pain. Menurut dr Abdulbar Hamid, SpS dalam presentasinya di The 3rd Updates in Neuroemergencies Maret 2006, vertigo menjadi momok pada 50% orang tua berusia sekitar 70 tahun di Amerika karena mereka takut terjatuh akibat serangan vertigonya.
Mengenal Sistem Keseimbangan
Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada sistem keseimbangan tubuh. Bisa berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolik, toksik, vaskular, atau autoimun. Sistem keseimbangan tubuh kita dibagi menjadi 2 yaitu sistem vestibular (pusat dan perifer) serta non vestibular (visual [retina, otot bola mata], dan somatokinetik [kulit, sendi, otot]).
Sistem vestibular sentral terletak pada batang otak, serebelum dan serebrum. Sebaliknya, sistem vestibular perifer meliputi labirin dan saraf vestibular. Labirin tersusun dari 3 kanalis semisirkularis dan otolit (sakulus dan utrikulus) yang berperan sebagai reseptor sensori keseimbangan, serta koklea sebagai reseptor sensori pendengaran. Sementara itu, krista pada kanalis semisirkularis mengatur akselerasi angular, seperti gerakan berputar, sedangkan makula pada otolit mengatur akselerasi linear.

Segala input yang diterima oleh sistem vestibular akan diolah. Kemudian, diteruskan ke sistem visual dan somatokinetik untuk merespon informasi tersebut. Gejala yang timbul akibat gangguan pada komponen sistem keseimbangan tubuh itu berbeda-beda. [Tabel 1 dan 2]
Tabel 1. Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non Vestibular
Gejala
Vertigo Vestibular
Vertigo Non Vestibular
Sifat vertigo
Serangan
Mual/muntah
Gangguan pendengaran
Gerakan pencetus
Situasi pencetus
rasa berputar
episodik
+
+/-
gerakan kepala
-
melayang, hilang keseimbangan
kontinu
-
-
gerakan obyek visual
keramaian, lalu lintas


Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral
Gejala
Vertigo Vestibular Perifer
Vertigo Vestibular Sentral
Bangkitan vertigo
Derajat vertigo
Pengaruh gerakan kepala
Gejala otonom (mual, muntah, keringat)
Gangguan pendengaran (tinitus, tuli)
Tanda fokal otak
lebih mendadak
berat
++
++
+
-
lebih lambat
ringan
+/-
+
-
+

Berdasarkan awitan serangan, vertigo dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu paroksismal, kronik, dan akut. Serangan pada vertigo paroksismal terjadi mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari, lalu menghilang sempurna. Suatu saat serangan itu dapat muncul lagi. Namun diantara serangan, pasien sama sekali tidak merasakan gejala. Lain halnya dengan vertigo kronis. Dikatakan kronis karena serangannya menetap lama dan intensitasnya konstan. Pada vertigo akut, serangannya mendadak, intensitasnya perlahan berkurang namun pasien tidak pernah mengalami periode bebas sempurna dari keluhan. Demikian papar Abdulbar. [Tabel 3]
Jenis Vertigo Berdasarkan Awitan Serangan
Disertai Keluhan Telinga
Tidak Disertai Keluhan Telinga
Timbul Karena Perubahan Posisi
Vertigo paroksismal
Penyakit Meniere, tumor fossa cranii posterior, transient ischemic attack (TIA) arteri vertebralis
TIA arteri vertebro-basilaris, epilepsi, vertigo akibat lesi lambung
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV)
Vertigo kronis
Otitis media kronis, meningitis tuberkulosa, tumor serebelo-pontine, lesi labirin akibat zat ototoksik
Kontusio serebri, sindroma paska komosio, multiple sklerosis, intoksikasi obat-obatan
Hipotensi ortostatik, vertigo servikalis
Vertigo akut
Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirinitis akuta, perdarahan labirin
Neuronitis vestibularis, ensefalitis vestibularis, multipel sklerosis
-

Pemeriksaan Fisis dan Neurologis 
Pemeriksaan fisis dasar dan neurologis sangat penting untuk membantu menegakkan diagnosis vertigo. Pemeriksaan fisis dasar yang terutama adalah menilai perbedaan besar tekanan darah pada perubahan posisi. Secara garis besar, pemeriksaan neurologis dilakukan untuk menilai fungsi vestibular, saraf kranial, dan motorik-sensorik.
Sistem vestibular dapat dinilai dengan tes Romberg, tandem gait test, uji jalan di tempat (fukuda test) atau berdiri dengan satu atau dua kaki. Uji-uji ini biasanya berguna untuk menilai stabilitas postural jika mata ditutup atau dibuka. Sensitivitas uji-uji ini dapat ditingkatkan dengan teknik-teknik tertentu seperti melakukan tes Romberg dengan berdiri di alas foam yang liat.
Pemeriksaan saraf kranial I dapat dibantu dengan funduskopi untuk melihat ada tidaknya papiledema atau atrofi optik. Saraf kranial III, IV dan VI ditujukan untuk menilai pergerakan bola mata. Saraf kranial V untuk refleks kornea dan VII untuk pergerakan wajah. Fungsi serebelum tidak boleh luput dari pemeriksaan. Untuk menguji fungsi serebelum dapat dilakukan past pointing dan diadokokinesia.
Pergerakan (range of motion) leher perlu diperhatikan untuk menilai rigiditas atau spasme dari otot leher. Pemeriksaan telinga ditekankan pada pencarian adanya proses infeksi atau inflamasi pada telinga luar atau tengah. Sementara itu, uji pendengaran diperiksa dengan garputala dan tes berbisik.
Pemeriksaan selanjutnya adalah menilai pergerakan mata seperti adakah nistagmus spontan atau gaze-evoked nystagmus dan atau pergerakan abnormal bola mata. Penting untuk membedakan apakah nistagmus yang terjadi perifer atau sentral. Nistagmus sentral biasanya hanya vertikal atau horizontal saja dan dapat terlihat dengan fiksasi visual. Nistagmus perifer dapat berputar atau rotasional dan dapat terlihat dengan memindahkan fiksasi visual. Timbulnya nistagmus dan gejala lain setelah pergerakan kepala yang cepat, menandakan adanya input vestibular yang asimetris, biasanya sekunder akibat neuronitis vestibular yang tidak terkompensasi atau penyakit Meniere.
Uji fungsi motorik juga harus dilakukan antara lalin dengan cara pasien menekuk lengannya di depan dada lalu pemeriksa menariknya dan tahan hingga hitungan ke sepuluh lalu pemeriksa melepasnya dengan tiba-tiba dan lihat apakah pasien dapat menahan lengannya atau tidak. Pasien dengan gangguan perifer dan sentral tidak dapat menghentikan lengannya dengan cepat. Tetapi uji ini kualitatif dan tergantung pada subjektifitas pemeriksa, kondisi muskuloskeletal pasien dan kerjasama pasien itu sendiri.
Pemeriksaan khusus neuro-otologi yang umum dilakukan adalah uji Dix-Hallpike dan electronystagmography (ENG). Uji ENG terdiri dari gerak sakadik, nistagmus posisional, nistagmus akibat gerakan kepala, positioning nystagmus, dan uji kalori.
Pada dasarnya pemeriksaan penunjang tidak menjadi hal mutlak pada vertigo. Namun pada beberapa kasus memang diperlukan. Pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap dapat memberitahu ada tidaknya proses infeksi. Profil lipid dan hemostasis dapat membantu kita untuk menduga iskemia. Foto rontgen, CT-scan, atau MRI dapat digunakan untuk mendeteksi kehadiran neoplasma/tumor. Arteriografi untuk menilai sirkulasi vertebrobasilar.

Utamakan Rehabilitatif
Tatalaksana vertigo terbagi menjadi 3 bagian utama yaitu kausal, simtomatik dan rehabilitatif. Sebagian besar kasus vertigo tidak diketahui kausanya sehingga terapi lebih banyak bersifat simtomatik dan rehabilitatif.
Terapi simtomatik bertujuan meminimalkan 2 gejala utama yaitu rasa berputar dan gejala otonom. Untuk mencapai tujuan itu digunakanlah vestibular suppresant dan antiemetik. Beberapa obat yang tergolong vestibular suppresant adalah antikolinergik, antihistamin, benzodiazepin, calcium channel blocker, fenotiazin, dan histaminik. [Tabel 4]
Antikolinergik bekerja dengan cara mempengaruhi reseptor muskarinik. Antikolinergik yang dipilih harus mampu menembus sawar darah otak (sentral). Idealnya, antikolinergik harus bersifat spesifik terhadap reseptor vestibular agar efek sampingnya tidak terlalu berat. Sayangnya, belum ada.
Benzodiazepin termasuk modulator GABA yang bekerja secara sentral untuk mensupresi repson dari vestibular. Pada dosis kecil, obat ini bermanfaat dalam pengobatan vertigo. Efek samping yang dapat segera timbul adalah terganggunya memori, mengurangi keseimbangan, dan merusak keseimbangan dari kerja vestibular.
Antiemetik digunakan untuk mengontrol rasa mual. Bentuk yang dipilih tergantung keadaan pasien. Oral untuk rasa mual ringan, supositoria untuk muntah hebat atau atoni lambung, dan suntikan intravena pada kasus gawat darurat. Contoh antiemetik adalah metoklorpramid 10 mg oral atau IM dan ondansetron 4-8 mg oral.
Terapi rehabilitasi bertujuan untuk membangkitkan dan meningkatkan kompensasi sentral dan habituasi pada pasien dengan gangguan vestibular. Mekanisme kerja terapi ini adalah substitusi sentral oleh sistem visual dan somatosensorik untuk fungsi vestibular yang terganggu, mengaktifkan kendali tonus inti vestibular oleh serebelum, sistem visual dan somatosensorik, serta menimbulkan habituasi, yaitu berkurangnya respon terhadap stimulasi sensorik yang diberikan berulang-ulang.
Tabel 4. Terapi Obat Antivertigo
Golongan
Dosis oral
Antiemetik
Sedasi
Mukosa Kering
Ekstrapiramidal
Flunarisin
Sinarizin
Prometasin
Difenhidrinat
Skopolamin
Atropin
Amfetamin
Efedrin
Proklorperasin
Klorpromasin
Diazepam
Haloperidol
Betahistin
Carvedilol
Karbamazepin
Dilantin
1x5-10 mg
3x25 mg
3x25-50 mg
3x50 mg
3x0,6 mg
3x0,4 mg
3x5-10 mg
3x25 mg
3x3 mg
3x25 mg
3x2-5 mg
3x0,5-2 mg
3x8 mg
Sedang diteliti
3x200 mg
3x100 mg
+
+
+
+
+
+
+
+
+++
++
+
++
+
-
-
-
+
+
++
+
+
-
-
-
+
+++
+++
+++
+
-
+
-
-
-
++
+
+++
+++
+
+
+
+
-
+
-
-
-
-
+
+
-
-
-
-
+
-
++
+++
-
++
+
-
-
-


BPPV
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) merupakan jenis vertigo vestibular perifer yang paling sering ditemui, kira-kira 107 kasus per 100.000 penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki riwayat cedera kepala.
Dari namanya, jelas bahwa vertigo ini diakibatkan perubahan posisi kepala seperti saat berguling di tempat tidur, membungkuk, atau menengadah ke atas. Mekanisme pasti terjadinya BPPV masih samar. Tapi penyebabnya sudah diketahui pasti yaitu debris yang terdapat pada kanalis semisirkularis biasanya pada kanalis posterior. Debris berupa kristal kalsium karbonat itu dalam keadaan normal tidak ada. Diduga debris itu menyebabkan perubahan tekanan endolimfe dan defleksi kupula sehingga timbul gejala vertigo.
Salah satu cara yang sangat mudah dikerjakan untuk mendiagnosis BPPV adalah uji Dix-Hallpike, yaitu dengan menggerakkan kepala pasien dengan cepat ke kanan, kiri dan kembali ke tengah. Uji itu dapat membedakan lesi perifer atau sentral. Pada lesi perifer, dalam hal ini positif BPPV, didapatkan vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, menghilang dalam waktu kurang dari 1 menit, berkurang dan menghilang bila uji diulang beberapa kali (fatigue). Berbeda dengan lesi sentral, periode laten tidak ditemukan, vertigo dan nistagmus berlangsung lebih dari 1 menit, dan bila diulang gejala tetap ada (non fatigue).
Obat tidak diberikan secara rutin pada BPPV. Malah cenderung dihindari karena penggunaan obat vestibular suppresant yang berkepanjangan hingga lebih dari 2 minggu dapat mengganggu mekanisme adaptasi susunan saraf pusat terhadap abnormalitas vestibular perifer yang sudah terjadi. Selain itu, efek samping yang timbul berupa ngantuk, letargi, dan perburukan keseimbangan.
Tanpa obat bukan berarti tidak ada terapi untuk mengurangi gejala vertigo pada BPPV. Adalah manuver Epley yang disinyalir merupakan terapi yang aman dan efektif. Manuver ini bertujuan untuk mengembalikan debris dari kanalis semisirkularis posterior ke vestibular labirin. Angka keberhasilan manuver Epley dapat mencapai 100% bila dilatih secara berkesinambungan. Bahkan, uji Dix-Hallpike yang semula positif menjadi negatif. Angka rekurensi ditemukan 15% dalam 1 tahun. Meski dibilang aman, tetap saja ada keadaan tertentu yang menjadi kontraindikasi melaksanakan manuver ini yaitu stenosis karotid berat, unstable angina, dan gangguan leher seperti spondilosis servikal dengan mielopati atau reumatoid artritis berat.
Setelah melakukan manuver Epley, pasien disarankan untuk tetap tegak lurus selama 24 jam untuk mencegah kemungkinan debris kembali lagi ke kanal semisirkularis posterior. Bila pasien tidak ada perbaikan dengan manuver Epley dan medikamentosa, pembedahan dipertimbangkan.

Penyakit Meniere
Contoh lain dari vertigo vestibular tipe perifer adalah penyakit Meniere (Meniere disease) atau hidrops endolimfatik. Penyakit ini lebih “memilih” orang kulit putih. Di Inggris, prevalensinya sebesar 1 per 1000 penduduk. Laki-laki atau perempuan mempunyai risiko yang sama. Bisa terjadi pada anak-anak namun paling sering antara usia 20-50 tahun.
Pada penyakit ini terjadi gangguan filtrasi endolimfatik dan ekskresi pada telinga dalam, menyebabkan peregangan pada kompartemen endolimfatik. Penyebabnya multifaktor. Dari kelainan anatomi, genetik (autosom dominan), virus, autoimun, vaskular, metabolik, hingga gangguan psikologis.
Gejala penyakit Meniere lebih berat daripada BPPV. Selain vertigo, biasanya pasien juga mengalami keluhan di telinga berupa tinitus, tuli sensorineural terhadap frekuensi rendah, dan sensasi rasa penuh di telinga. Ada 3 tingkat derajat keparahan penyakit Meniere.
Derajat I, gejala awal berupa vertigo yang disertai mual dan muntah. Gangguan vagal seperti pucat dan berkeringat dapat terjadi. Sebelum gejala vertigo menyerang, pasien dapat merasakan sensasi di telinga yang berlangsung selama 20 menit hingga beberapa jam. Diantara serangan, pasien sama sekali normal.
Derajat II, gangguan pendengaran semakin menjadi-jadi dan berfluktuasi. Muncul gejala tuli sensorineural terhadap frekuensi rendah.
Derajat III, gangguan pendengaran tidak lagi berfluktuasi namun progresif memburuk. Kali ini mengenai kedua telinga sehingga pasien seolah mengalami tuli total. Vertigo mulai berkurang atau menghilang.

Obat-obatan seperti proklorperasin, sinnarizin, prometasin, dan diazepam berguna untuk menekan gejala. Akan tetapi, pemakaian proklorperasin jangka panjang tidak dianjurkan karena menimbulkan efek samping ekstrapiramidal dan terkadang efek sedasinya kurang dapat ditoleransi, khususnya kaum lansia.
Intervensi lain berupa diet rendah garam (<1-2 gram per hari) dan diuretik seperti furosemid, amilorid, dan hidroklorotiazid. Namun, kurang efektif menghilangkan gejala tuli dan tinitus.
Terapi ablasi sel rambut vestibular dengan injeksi intratimpani gentamisin juga efektif. Keuntungan injeksi intratimpani daripada sistemik adalah mencegah efek toksik berupa toksisitas koklea, ataxia, dan oscillopsia.
Pada kasus jarang dimana penyakit sudah kebal dengan terapi obat, diet dan diuretik, pasien terpaksa harus memilih intervensi bedah, misalnya endolimfatik shunt atau kokleosakulotomi.
Prognosis pasien dengan vertigo vestibular tipe perifer umumnya baik, dapat terjadi remisi sempurna. Sebaliknya pada tipe sentral, prognosis tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Infark arteri basilar atau vertebral, misalnya, menandakan prognosis yang buruk. Semoga dengan kemajuan ilmu bedah saraf di masa yang akan datang, vertigo tak lagi menjadi momok.