Koas Anestesi Berjaga

Alhamdulillah tiba di kosan dengan selamat. Waktu menunjukkan pukul 03.45 menit. Aku baru saja selesai jaga cito stase anestesi malam ini. Di stase ini memang ada sift jaga untuk operasi - operasi yang emergency (cito). Banyak - banyak berdoa, itu yang biasanya dilakukan koas yang berjaga. Semoga tidak ada panggilan, hehe.

Doaku tak jauh berbeda, semoga Allah berikan saja yang terbaik. Kalau pun memang harus ada panggilan operasi, tak apa, aku yakin pasti ada pelajaran yang bisa kita dapat. Seperti malam ini, minggu malam ada 2 jadwal operasi cito dari kebidanan, dan ternyata benar, keduanya memberi banyak arti. Semoga dapat pula memberi pelajaran untuk semua.

Pasien pertama..
Ny W, usia 30 tahun, G1P0A0 hamil aterm inpartu kala I fase aktif dengan HELLP syndrome, JTM Presentasi Kepala. Keadaan klinis ibunya tampak sakit berat, kesadaran compos mentis. Kalau di anestesi digolongkan ke dalam ASA (American Society of Anesthesiologists) 4. Tampak sangat anemis, akral dingin. Terpasang IV line 1 jalur, dan kateter urin (urin berwarna merah segar 10 cc).Tekanan darah 130/80 mmHg.

Aku dan dicki sudah menyiapkan peralatan serta obat - obatan untuk pembiusan pasien ini. 5 menit, 15 menit, 30 menit, 1 jam..operasi pasien ini belum juga bisa dikerjakan, karena persediaan darah di PMI habis. Sementara pasien terus perdarahan. Yang bisa dilakukan sekarang untuk penanganan syok hemorragic adalah melakuan resusitasi cairan.

Akhirnya setelah darah siap, residen obgin kembali memastikan tindakan yang akan dilakukannya. Setelah menimbang - nimbang resiko dan mengonsulkan hal ini kepada dokter spesialis kebidanan yang berjaga, akhirnya diputuskan untuk dilakukan tindakan forceps pada pasien ini. Pertimbangan forceps adalah karena kepala bayi sudah berada di Hodge III, pembukaan sudah lengkap, dan tekanan darah ibu tinggi sehingga ibu tidak boleh mengejan, ditambah lagi JTM (Janin Tunggal Mati).

Akhirnya prosedur anestesi umum dibatalkan, namun hanya menggunakan anestesi regional menggunakan lidokain dan tetap dikerjakan di kamar operasi. Kemudian forceps dilakukan dan bayi segera dapat dilahirkan. Koas obgin segera mengambil bayi JTM itu dan membungkusnya, kemudian untuk diserahkan kepada keluarga di luar ruang operasi.

Tugas koas anestesi adalah resusitasi cairan. Ya, perdarahan ibu ini aktif, walaupun tidak memancar deras, tapi merembes secara bermakna jumlahnya. Ditambah lagi atonia uteri. Sudah habis sekitar 2000 cc cairan kristaloid (RL) dengan oksitosin dan metergin, beserta misoprostol pervaginam. Tapi tetap uterus tidak berkontraksi.

Kesadaran pasien ini terus memburuk, perlahan menjadi apatis, dan nampak napas satu - satu. :( Akhirnya diputuskan untuk memasang airway definitive karena GCS memburuk < 8. Tekanan darah ibu anjlok menjadi 70/10 mmHg.

IV line kemudian dipasang 2 jalur, bersamaan dengan pengambilan darah untuk cek Hemoglobin ulang. Benar saja Hb ibu ini turun dari 9 gr/dl menjadi 4 gr/dl. Alhamdulillah darah WB (Whole Blood) sudah tiba. Sehingga resusitasi perdarahan derajat III bisa dilakukan. Sekitar 1 jam ibu ini ada dalam tingkat kesadaran soporokoma. Kemudian perlahan tekanan darah ibu naik, dan GCS menjadi 13. Setelah tekanan darah stabil, kemudian pasien dipindahkan dari ruang operasi ke ruang obgin (Delima) untuk dilakukan observasi.

Sumber: Dok. pribadi
Pada HELLP Syndrome sering disertai solusio plasenta.  Gambar diatas menunjukkan hematom pada plasenta, merupakan ciri solusio plasenta. 

Solusio plasenta dimulai dengan perdarahan desidua basalais, kemudian terjadi hematom dalam desidua yang mengangkat lapisan - lapisan di atasnya. Hematom lama kelamaan akan membesar dan akhirnya plasenta terlepas. Jika perdarahan sedikit, hematom yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, belum mengganggu peredaran darah antara uterus dan plasenta, sehingga tanda dan gejalanya pun tidak jelas. Setelah plasenta lahir, baru didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama berwarna kehitaman. 

Perdarahan akan berlangsung terus menerus karena otot uterus yang teregang oleh karena tidak mampu untuk berkontraksi lebih untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya hematoma retroplasenter akan semakin bertambah besar, sehingga seluruh plasenta terlepas. Sebagian lagi akan menyelundup ke bawah selaput ketuban keluar vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban, atau mengadakan ekstravasasi di antara serabut otot uterus. Bila ekstravasasi berlangsung hebat, maka seluruh permukaan uterus akan bewarna bercak ungu atau biru, disebut uterus couvelaire. Uterus ini sangat tegang dan nyeri.


Kasus kedua..
G3P2A0 usia 33 tahun dengan KET.
Ceritanya ibu ini hamil kurang lebih 10 minggu, 1 bulan yang lalu mengalami  perdarahan per vaginam. Kemudian ibu membawa ke sebuah RS dan dinyatakan abortus inkomplitus. Dilakukan tindakan kuretase di RS sebelumnya, dan ibu kemudian pulang ke rumah. Di rumah ibu sering merasakan nyeri perut yang makin lama makin hebat, namun ibu tidak mengobatinya.

Semalam, ibu sudah tidak dapat menahan rasa sakit perutnya dan akhirnya ibu memeriksakan penyakitnya ke RS. Dinyatakan oleh dokter bahwa ibu hamil di luar kandungan biasa disebut KET yaitu kehamilan ektopik. Jadi, ternyata nyeri perut yang dialami ibu selama 1 bulan terakhir merupakan gejala KET yang diabaikannya.

Pasien merasakan lemas, nyeri perut, dan pucat. Dari hasil pemeriksaan fisik, klinis pasien juga nampak anemis, namun keadaannya masih tampak sakit sedang. Kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/70 mmHg. Anemis (+), Defans muskular (+), tes kehamilan (+): ketiganya disebut sebagai Trias KET, sudah cukup untuk menegakkan diagnosa KET. Karena menunggu persediaan darah di PMI dan sembari menunggu pasien yang pertama selesai ditangani, akhirnya ibu ini dioperasi pada pukul 01.00.

Pada pasien ini juga dilakukan resusitasi cairan, dan prosedur general anestesi (oksigenasi, induksi, dan intubasi). Dilakukan pembedahan laparotomi. Kehamilan ektopik pada pasen ini terjadi di fimbrae sinistra. Dilakukan Salfingooforektomi sinistra. Perdarahan banyak dalam cavum abdomen. Kurang lebih 3 jam operasi laparotomi dilakukan, banyak perlengketan di dalam cavum abdomen, hal ini dikarenakan sudah lamanya proses perdarahan yang terjadi (kurang lebih 1 bulan). Ketika operasi selesai, pasien dikirim ke ruang observasi Delima.

Sumber: Dok. pribadi Salfingooforektomi Sinistra

Sumber: Dok.pribadi Jaringan Akibat Ruptur KET untuk Pemeriksaan Histopatologis

Sumber: Dok. pribadi Monitoring dan Resusitasi

Sumber: Dok. pribadi Koas Anestesi Usai Tunaikan Kewajiban :)