VERTIGO


ANAMNESIS

Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan. Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksimal, kronik, progresif atau membaik. Beberapa penyakit tertentu mempunyai profil waktu yang karakteristik (Gambar 4)
Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis.
Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti anemi, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru juga perlu ditanyakan. Juga kemungkinan trauma akustik.


Benign paroxysmal positional vertigo
Dianggap merupakan penyebab tersering vertigo; umumnya hilang sendiri (self limiting) dalam 4 sampai 6 minggu.
Saat ini dikaitkan dengan kondisi otoconia (butir kalsium di dalam kanalis semisirkularis) yang tidak stabil.
Terapi fisik dan manuver Brandt-Daroff dianggap lebih efektif daripada medikamentosa.

Penyakit Meniere
Dianggap disebabkan oleh pelebaran dan ruptur periodik kompartemen endolimfatik di telinga dalam; selain vertigo, biasanya disertai juga dengan tinitus dan gangguan pen-dengaran.
Belum ada pengobatan yang terbukti efektif; terapi profilaktik juga belum memuaskan; tetapi 60-80 % akan remisi spontan.
Dapat dicoba pengggunaan vasodilator, diuretik ringan bersama diet rendah garam; kadang-kadang dilakukan tindakan operatif berupa dekompresi ruangan endolimfatik dan pe-motongan n.vestibularis.
Pada kasus berat atau jika sudah tuli berat, dapat dilakukan labirintektomi atau merusak saraf dengan instilasi aminoglikosid ke telinga dalam (ototoksik lokal).
Pencegahan antara lain dapat dicoba dengan menghindari kafein, berhenti merokok, membatasi asupan garam.
Obat diuretik ringan atau antagonis kalsium dapat meringankan gejala.
Simtomatik dapat diberi obat supresan vestibluer.

Neuritis vestibularis
Merupakan penyakit yang self limiting, diduga disebabkan oleh infeksi virus; jika disertai gangguan pendengaran disebut labirintitis.
Sekitar 50% pasien akan sembuh dalam dua bulan.
Di awal sakit, pasien dianjurkan istirahat di tempat tidur, diberi obat supresan vestibuler dan anti emetik. Mobilisasi dini dianjurkan untuk merangsang mekanisme kompensasi sentral.
Vertigo akibat obat
Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan hilangnya pendengaran.Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop, antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung platina..
Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik.
Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin.
Terapi berupa penghentian obat bersangkutan dan terapi fisik; penggunaan obat supresan vestibuler tidak dianjurkan karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibluer.
Obat penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo.


PEMERIKSAAN FISIK

Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik, otologik atau neurologik – vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi serebelum.
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab; apakah akibat kelainan sentral – yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat – korteks serebri, serebelum,batang otak, atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik; selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut.
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung
kongestif, anemi, hipoglikemi.
Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.

Pemeriksaan Fisik Umum

Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah diukur dalam posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.

Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:

1. Fungsi vestibuler/serebeler

a. Uji Romberg (Gb. 5)
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
Gambar 5. Uji Romberg

b. Tandem Gait.
Penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti.
Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.

c. Uji Unterberger.
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.


d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)(Gb. 7)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup.
Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

e. Uji Babinsky-Weil ( gambar 8 )
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.
Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis

Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer.
1. Fungsi Vestibuler

a. Uji Dix Hallpike (Gb. 9)


Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue).
Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).

b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.
Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral.

c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.

TERAPI
Tujuan pengobatan vertigo, selain kausal (jika ditemukan penyebabnya), ialah untuk memperbaiki ketidak seimbangan vestibuler melalui modulasi transmisi saraf; umumnya digunakan obat yang bersifat antikolinergik. (Tabel 3).


RINGKASAN
Vertigo merupakan keluhan yang dapat dijumpai dalam praktek, umumnya disebabkan oleh kelainan atau gangguan fungsi alat-alat keseimbangan, bisa alat dan saraf vestibuler, koor-dinasi gerak bola mata (di batang otak) atau serebeler.
Penatalaksanaan berupa anamnesis yang teliti untuk mengungkapkan jenis vertigo dan kemungkinan penyebabnya; terapi dapat menggunakan obat dan/atau manuver-manuver tertentu untuk melatih alat vestibuler dan/atau menyingkirkan otoconia ke tempat yang stabil; selain pengobatan kausal jika penyebabnya dapat ditemukan dan diobati.

SINUSITIS



Istilah sinusitis telah dikenal luas oleh masyarakat awam dan merupakan salah satu penyakit yang sering dikeluhkan dengan berbagai tingkatan gejala klinik. Harus dipahami bahwa hidung dan sinus paranasal merupakan bagian dari sistem pernafasan sehingga infeksi yang menyerang bronkus, paru dapat juga menyerang hidung, sinus paranasal dan sebaliknya. Infeksi sinus paranasal yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila. Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansinusitis.

Sinusitis adalah proses peradangan mukosa yang melapisi sinus. Secara klinis sinusitis dikatakan kronis bila gejalanya berlangsung lebih dari 3 bulan. Gambaran klinis yang dapat dijumpai adalah hidung tumpat, ingus kental, cairan mengalir di belakang hidung, hidung berbau, penciuman berkurang, nyeri kepala, sekret di meatus media, riwayat hidung berdarah, dan batuk.

Faktor-faktor fisik, kimia, saraf, hormonal atau emosional dapat mempengaruhi mukosa hidung yang selanjutnya dapat mempengaruhi mukosa sinus. Pada umumnya, infeksi sinus kronik lebih sering dijumpai pada daerah beriklim lembap dan dingin. Defisiensi nutrisi, kelelahan, kesegaran fisik yang menurun, dan penyakit sistemik juga penting dalam etiologi sinusitis. Perubahan faktor lingkungan seperti udara dingin, panas, kelembapan, kekeringan dan polusi udara termasuk asap tembakau juga merupakan predisposisi infeksi. Faktor lokal yang juga dapat merupakan predisposisi penyakit sinus antara lain deformitas tulang, alergi, keadaan gigi geligi, benda asing, tumor, polip nasi, deviasi septum, parut stenotik ostium sinus, konka hipertrofi, rinolit.

Etiologi

Sinusitis dapat disebabkan oleh

         1. Rhinogen / Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis) penyebabnya adalah kelainan atau masalah di hidung, seperti :
    • Rinitis Akut (influenza)
    • Polip, septum deviasi

      2. Dentogen / odontogenik (penyebabnya adalah kelainan gigi), yang sering menyebabkan sinusitis adalah infeksi pada gigi premolar dan molar atas.
      Kuman penyebab : Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Streptococcus viridians, Staphylococcus aureus, Branchamella catarhatis

      Patofisiologi

      Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya edema pada dinding hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase di dalam sinus. Virus tersebut juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen. Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus.

      Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktiviitas leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak adekuat , obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa bakteri patogen.

      Faktor predisposisi
      1. Obstruksi mekanis : Deviasi septum, corpus alienum, polip, tumor, hipertrofi konka
      2. Infeksi : Rhinitis kronis dan rhinitis alergi yang menyebabkan obstruksi ostium sinus serta
      3. menghasilkan banyak lendir yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman
      4. Adanya infeksi pada gigi
      5. Lingkungan berpolusi, udara dingan dan kering yang dapat merubah mukosa dan merusak silia
      Gejala Klinis

      Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika penderita bangun pada pagi hari. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh sinusitis dapat dibagi dua, yaitu gejala subyektif (dirasakan) dan gejala obyektif (dilihat).

      Gejala subyektif antara lain: demam, lesu, hidung tersumbat, sekresi lendir hidung yang kental dan terkadang berbau, sakit kepala yang menjalar dan lebih berat pada pagi hari. Pada sinusitis yang merupakan komplikasi penyakit alergi sering kali ditandai bersin, khususnya pagi hari atau kalau dingin.

      Gejala obyektif kemungkinan ditemukan pembengkakan pada daerah bawah orbita (mata) dan lama kelamaan akan bertambah lebar sampai ke pipi. Sinusitis akut dan kronis memiliki gejala yang sama, yaitu nyeri tekan dan pembengkakan pada sinus yang terkena, tetapi ada gejala tertentu yang timbul berdasarkan sinus yang terkena:
      1. Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi dan sakit kepala.
      2. Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi.
      3. Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala di dahi. Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri bila pinggiran hidung ditekan, berkurangnya indera penciuman dan hidung tersumbat.
      4. Sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau kadang menyebabkan sakit telinga dan sakit leher.
      Gejala lainnya adalah: tidak enak badan, demam, letih, lesu, batuk, yang mungkin semakin memburuk pada malam hari, hidung meler atau hidung tersumbat . Demam dan menggigil menunjukkan bahwa infeksi telah menyebar ke luar sinus. Selaput lendir hidung tampak merah dan membengkak, dari hidung mungkin keluar nanah berwarna kuning atau hijau

      Pemeriksaan Penunjang

      Beberapa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis diantaranya adalah Transiluminasi, Rontgen sinus paranasalis sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa penebalan mukosa, opasifikasi sinus (berkurangnya pneumatisasi) gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto waters. CT Scan, Sinoscopy, pemeriksaan mikrobiologi.

      Komplikasi

      Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
      1. Kelainan pada orbita : Terutama disebabkan oleh sinusitis ethmoidalis karena letaknya yang berdekatan dengan mata, Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum, Edema palpebra, Preseptal selulitis, Selulitis orbita tanpa abses, Selulitis orbita dengan sub atau extraperiostel abses, Selulitis orbita dengan intraperiosteal abses, Trombosis sinus cavernosus
      2. Kelainan intracranial : Abses extradural, subdural, dan intracerebral, Meningitis, Encephalitis, Trombosis sinus cavernosus atau sagital
      3. Kelainan pada tulang : Osteitis, Osteomyelitis
      4. Kelainan pada paru : Bronkitis kronik, Bronkhiektasis
      5. Otitis media
      6. Toxic shock syndrome
      7. Mucocele , pyococele
      Penatalaksanaan :
      1. Drainage
      2. Medikamentosa :
      1. Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak)
      2. Dekongestan oral pseudo efedrin 3 X 60 mg
      3. antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untuk akut) yaitu : ampisilin 4 X 500 mg/amoksilin 3 x 500 mg/Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet/Doksisiklin 100 mg/hari.
      4. Simtomatik : parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
      1. Surgikal : irigasi sinus maksilaris.
      2. Untuk kronis adalah :
      • Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
      • Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)
      • Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi)
      DAFTAR PUSTAKA

      Doenges, M. G. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta 2000
      Lab. UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan tenggorokan FK Unair, Pedoman diagnosis dan Terapi Rumah sakit Umum Daerah dr Soetomo FK Unair, Surabaya
      Prasetyo B, Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta

      -inspirasi dari beliau-

      Sahabat saya, katakanlah:

      Wahai Subuh,
      dalam keindahanmu
      aku dibuat mengerti,
      ...bahwa cara terbaik untuk
      memperpanjang waktu,
      bukanlah mengulur batas waktu,
      tetapi menyegerakan waktu mulai.

      Semakin segera aku memulai,
      akan semakin panjang waktuku,
      dan dengannya semakin banyak
      yang dapat kuselesaikan.

      Aku menjadi
      bukan karena yang kurencanakan,
      tetapi karena yang kuselesaikan.

      Tuhan, kayakanlah hidup kami.

      Amien -Mario Teguh-

      Ya, entah sejak kapan Beliau sudah seringkali mengetuk hati yang lengah ini. Selalu saja diri ini mampu disadarkannya. Sayangnya, pribadi ini selalu saja menolak untuk menyegerakan apa yang sudah disadarinya patut untuk dilakukan.

       Tapi kali ini, mulai saat ini, pribadi ini wajib menyegerakan itu semua. Bersegeralah, mulai  saat ini wahai pribadi ku dan mungkin juga pribadi - pribadi lain yang juga lengah, kita harus bangkit dari keadaan ini.

      Semoga kita bisa bertemu dalam puncak pencapaian kita masing - masing. Namun, yang terpenting, tetaplah dalam satu ikatan - persaudaraan. InsyaAllah.

      Aamiin..