Sepenggal Dialog #2

Stase bedah alhamdulillah sudah berakhir. Ya, cukup banyak memori indah di sini.. *uhuk. Ya, memori indah yang kami rasakan bersama rekan -- rekan sejawat.. Mulai dari jaga UGD, jaga poliklinik, jaga malam di ruangan, dan laskar ijo di ruang operasi :) 10 minggu yang amat berwarna.

Tak bisa dipungkiri memang, air mata juga acapkali tumpah di sini. Salah satunya ketika adik A*** yang pernah aku ceritakan sebelumnya, kutemui lagi di hari - hari terakhirku di stase bedah. Malam itu aku hanya menemani rekanku untuk jaga UGD karena bosan setelah ujian. Tiba - tiba ada seorang ibu yang membawa anaknya masuk UGD dengan kejang - kejang. Kemudian dokter Hetty memintaku untuk mengambil stesolid tube di depo. Terkejut seketika, ketika ternyata anak yang hendak aku suntikkan obat adalah A***.  2 tube sudah obat masuk melalui anusnya. Namun tetap saja ia kejang..

Saat itu juga, sekitar pukul 20.00 harus kutinggalkan adik itu karena aku harus naik ke ruang operasi untuk operasi cyto bayi berusia 2 hari dengan diagnosa atresia ani. Harapanku setelah selesai operasi nanti, akan kutemui lagi A*** di UGD untuk kembali ngobrol dengannya..

Sekitar 2 jam aku dan widhi selesai menjadi asisten operasi dengan dr. Blly, Sp.BA. Harap - harap cemas aku kembali ke UGD. Ruang tindakan menjadi tujuan pertamaku untuk mencari adik itu. Tidak ada! Ia tidak ada di bed itu lagi. Ah, mungkin ia sudah masuk di ruangan kemuning (ruang bedah anak) pikirku. Tapi betapa terkejutnya ketika Kak Bari (petugas farmasi di UGD) mengatakan bahwa beberapa menit yang lalu ada pasien anak - anak yang meninggal dan sudah dibawa pulang oleh keluarganya..

إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ

Ntahlah sedih rasanya..Tak tergambarkan memang rasanya. seorang adik cerdas sudah kembali kepada pencipta-nya. Adik cerdas ini memberi banyak pelajaran kepadaku bahwa hidup itu harus bermafaat untuk orang banyak. Ya, seperti A*** yang ingin jadi seorang ustadz.. Cita - cita yang tetap ia ukir ditengah keterbatasannya. Tumor supra sella dengan hasil PA ependimoma.. Ya itulah penyakit adik ini.. Pungsi asites yang ia lakukan secara rutin, dan semua ucapannya menjadi memori yang tidak mudah untuk dihapus..

yaa, pelajaran ini menjadi penutup kisah di stase ini. Stase yang mengajarkan kita untuk tetap teguh pada prinsip hidup, tetap bercampur namun tidak larut, dan rendah hati untuk terus belajar!



Sepenggal Dialog #1

Sudah 39 hari berada di tempat pendidikan ini, RSAM. Seiring waktu aku mencoba menikmati prosesnya, dan bersamaan dengan itu pula banyak sekali pelajaran hidup yang coba aku pahami.. Hakikatnya, adalah sadar bahwa setiap proses yang aku lewati, pasti atas izin-Nya. Jadi tidak ada alasan untuk berkeluh kesah. Sebaliknya, nikmati saja prosesnya, karena dari sinilah kita belajar banyak hal, dari situ juga kita menjadi paham bahwa banyak sekali hal pula yang belum kita pelajari, dan mereka tidak menunggu kita. Tapi kita yang mengejar ilmu, mengejar makna yang mereka beri, atas izin-Nya kembali.

Poto ini sederhana, namun memberi makna bagiku. Bukan sekedar ilmu kedokteran, bersama dokter spesialis bedah saraf yang juga memberikan pelajaran, tetapi dari seorang anak berusia kurang dari 11 tahun, berupa makna hidup yang tidak terbayar oleh apapun.

Adik "A" namanya, sudah menderita tumor otak dengan hidrosephalus sejak berberapa tahun terakhir. Penyakit yang bagi sebagian besar orang sangatlah ditakuti, namun tidak bagi adik ini. Semangatnya untuk segera sembuh patut diapresiasi. Betapa tidak, adik ini rupanya amat cerdas dan berhati mulya. Ya, kita tidak akan pernah menyangka sebelum benar - benar berinteraksi dengannya.

Siang itu tidak seperti biasanya, seorang adik laki - laki kecil berhasil merebut perhatian kami. Cerewet bisa dibilang, tapi lebih dari itu, ia cerdas! Ya, adik itu aktif bercerita kepada kami.

Ntah, aku tiba - tiba saja ingat adikku, ingat orang tuaku, membayangkan juga jika ia adalah keluargaku. Terenyuh..! Adik ini begitu pintar, bukan tentang ilmu pengetahuan, tapi pintar memaknai sakitnya. Pintar memanage hatinya, bahwa ia tidak boleh membebani keluarganya, memaknai bahwa sakit ini adalah ujian bagi-Nya, bahwa Allah sayang padanya.

Kecintaannya pada keluarga juga begitu nampak. Pun rasa sayangnya pada dokter Suyaman, Sp. BS (dr. Sule) yang merawatnya.. :') Ahhhh, menetes air mata ini ketika dokter Sule datang dan selesai melakukan pungsi ascites pada adik ini.
Adik A : Dokter, A*** boleh salim tangan dokter?
Dokter Sule : Ia boleh..
Adik A : (Kemudian mencium tangan dokter). Dok, A*** pesen ya buat dokter, dokter Sule kalo operasi hati - hati ya dokter..
-------------------------------------------------(Terharu)-----------------------------------------------------------
Dokter Sule : Ya, terima kasih ya sayang.
Adik A : Ia dokter.
Ibu Adik A : Dok, sampai kapan anak saya akan dipungsi perutnya dok?
Dokter Sule : Ia bu, saya juga tidak bisa memastikan ibu sampai kapan, tapi kita akan terus berusaha. Ibu Adik A : Terima kasih dokter..

Ntahlah, sekelumit dialog yang acapkali terjadi. Rasa terharu yang sering aku rasakan. Terselip rasa haru jika paien yang ditangani mampu sembuh melalui perantara kita, dokter. Tentu, atas izin-Nya. Kemampuan kami sebagai seorang dokter terbatas, kesembuhan pasien bukan di tangan kami. Kesembuhan pasien Allah yang memberikan, kami hanyalah perantara-Nya. Tapi bukan berarti kami berpangku tangan, menunggu takdir mengambil keputusan. Ini justru semakin membuat kami sadar bahwa kami harus terus belajar, terus belajar, melalui guru - guru terbaik kami, konsulen dan yang tidak kalah berjasa adalah pasien.

Di Pojok Sana

Saat sebagian terlelap,
Masih..masih ada hiruk pikuk di sana.. 
Di pojok sana..di sudut yang mungkin sebagian orang acuh akan keberadaannya..
Tempat berkumpulnya orang -orang  yang sedang Allah uji dengan "kesakitan"..

Aku..
Aku hanyalah bagian kecil dari mereka..
Sekelumit jiwa yang berkecimpung di sana..
Mengabdikan diri di tempat itu..
Menuntut  ilmu melalui mereka..
Mereka menjadi guru, dengan keterbatasan kondisi fisik mereka..
Namun, apakah sebaliknya?
Apakah hadir kita mampu membantu mereka??
Semoga..

Malam itu, 
Detik waktu menjadi amat berat..
Detapnya semakin membuat gugup kala itu..
Bercak darah yang biasa ada di pojok sana, menjadi warna yang tak biasa..
tap..tap..
...............................................................................................
walau berat, harus kuberi penguatan pada keluarga mereka..
sembari ikhtiar yang terus mengiringi..dan doa yang membasahi bibir..

Ya, benar,
Apa yang dikhawatirkan benar adanya..
Isak tangis keluarga segera memenuhi ruang..
Sesak dada ini, tururt pula dengan sekelumit pikiran yang menghantui..
Apa yang bisa aku perbuat saat ini? Belumlah apa - apa..
Apa yang bisa kita bantu untuk mereka?

Sadarlah, masih ada waktu..
Sigaplah, teruslah belajar berpacu dengan waktu..
Mereka tak menunggumu untuk belajar,
Ya, pasienmu tidak pernah menungguku untuk belajar..
Karena dengan ataupun tanpaku, mereka sama saja.
Tapi aku?? Akulah yang seharusnya berpikir, apa gunaku? 
Apa manfaatku bagi sesama? Apa yang dapat aku beri untuk mereka?

Ya Rabbi, 
Perkenankanlah aku untuk memperoleh ilmu-Mu yang ku tahu amatlah luas..
Perkenankanlah aku untuk mampu memberi manfaat..hingga akhir hayatku..
Sehingga kelak dapat kupertanggungjawabkan diriku dihadapan-Mu..
Karena sungguh, melalui profesi ini aku ingin mnggapai ridho-Mu..
Perkenankan Ya Rabbi.


Bandar Lampung, 8 Maret 2013, 0:28