Koas THT #1

Uyey..
Life must go on...Ga cuma life yang terus go on, koas juga. ^^ Setelah selesai menjalani kepaniteraan kedokteran komunitas selama 8 minggu, maka 4 minggu ke depan kita mesti semangat buat stase selanjutnya, THT (Telinga Hidung Tenggorokan). Stase ini kami jalani dengan bahagia. Bahagia karena di stase ini kami akan mendapat pengalaman baru, bahagia juga karena dengan format kelompok yang baru (ada ressi, sari, dan adik fitri) yang menggantikan desfi di stase radiologi. Ok, sebenernya dari format kami yang baru, berjumlah 12 orang ini, ada yang paling berbahagia: ressi karena di minggu pertama stase ini ia akan tunangan. hehe. ya, tunangan, tentulah dia orang yang paling berbahagia. Mari kita sama - sama mendoakan semoga Alloh ridhoi ia menggenapkan setengah diennya..aamiin ^^

dok. pribadi. Ruang Anggrek RS Abdoel Moeloek
Stase THT seru, kata senior yang sudah menjalani. Stase THT santai, kudu apel pagi - pagi, dan harus absen datang dan pulang dengan on time. Apapun "katanya", yang penting niat kita baik ada di sini, belajar agar beroleh ilmu yang manfaat. aamiin. Rasulullah pernah bersabda,
Allah SWT berfirman, "Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku akan bersamanya selama ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam sekumpulan orang maka Aku akan mengingatnya dalam sekumpulan yang lebih baik dan lebih bagus darinya..." HR Bukhari Muslim
So, mari berpikir positif terhadap rencana-Nya. :)

Hari pertama, tentu kudu perkenalan dengan seluruh perawat, dokter umum, dan juga dokter spesialis THT di sini. Satu lagi, di hari pertama ini juga ku tekadkan dalam hati adalah untuk lebih on time, maklum stase - stase sebelumnya suka jadi koas telatan, hehe. Ah, aku tidak sendiri, tentu setiap kita juga sebenarnya ingin lebih baik dari sebelumnya, mulai dari hal - hal yang kecil. Right? *sok Inggris hehe

Hari kedua, follow up. Ya, pukul 07.00 sudah mulai grasak - grusuk. Hari itu kami dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, 3 orang jaga ruangan, 6 orang di poliklinik, 3 orang di kamar operasi (OK). Aku kebagian jadwal di ruangan, artinya pagi itu harus follow up pasien di rawat inap ruang Anggrek. Follow up? Udah lama ga denger kata follow up.. Apa itu? Sejenis makanan pokok koas ya? ^^>

Ya, pagi itu di ruang rawat inap hanya ada 1 orang pasien THT. Seorang ibu usia 50an tahun, sebut saja Ny. S. Dari gaya bicaranya, nampak si ibu ini bersuku Sumatra. Tampak selang NGT (nasogastrik tube) terpasang dari hidungnya menuju lambungnya.
"Selamat pagi Ibu, gimana  keadaannya pagi ini Bu?" tanyaku.
"Ini nak, dada ibu panas, di kerongkongan juga terasa sakit." 
"Memangnya bagaimana bu sebelumnya, bisa terasa begitu?"
"Gini nak, panjang ceritanya...Ibu sudah 1 minggu bolak - balik rumah sakit. Sebelumnya ibu dirawat di rumah sakit sebelah, awalnya ibu masuk ke poli saraf, kemudian dari poli saraf ibu disuruh ke poli THT, akhirnya sekarang ibu dirawat di sini, dan kemarin habis dioperasi. di sini"
Ternyata Ibu ini adalah pasien post operasi THT 2 hari yang lalu. Lalu aku melanjutkan,
"Operasinya operasi apa bu?"
"Operasi ngambil gigi palsu nak.."
"Gimana ceritanya bu bisa ketelen gigi palsu?"
"Jadi nak, kurang lebih satu minggu yang lalu ibu makan pisang, pas pisangnya habis ibu pegang gigi atas ibu, kok hilang ya... Terus ibu kaget, apa ketelen ya? Mendadak, ibu langsung mual- mual dan muntah karena ketakutan gigi palsunya bener - bener ketelen."
Jadi Ibu ini tertelan gigi palsunya, tapi apa daya, sudah dimuntahkan diminumkan ar putih yang banyak juga gigi palsu gak keluar. Sejak saat itu juga ibu langsung merasakan nyeri dadanya, kerongkongan juga mendadak gatal, mungkin karena ia merasa khawatir, ada benda asing yang nyangkut di lehernya.

Singkat cerita, setelah 1 minggu berobat akhirnya 2 hari yang lalu ibu dioperasi di OK (operatie kamer) RSAM, dari bahasa Belanda yang artinya kamar operasi. Setelah operasi itu, ibu tetap merasakan gatal di kerongkongannya. Bedanya, saat ini ibu sudah bisa makan dan minum susu lewat selang NGT yang terpasang dari hidungnya.

Siang harinya saat koas mengikuti visit dokter umum dan  dokter spesialis THT, terjawab sudah kebingungan kami. Begini, diagnosa benda asing yang tertelan masuk ke dalam rongga tubuh, dalam hal ini adalah gigi palsunya, dalam istilah kedokteran dinamakan corpus alienum. Setelah dilakukan pemeriksaan radiologi (rontgen bagian diafragma), didapatkan hasil berupa corpus alienumnya berada di kerongkongan (oesopagus), bukan di tenggorokan (trakea), sehingga tidak mengganggu jalan napas pasien. 

Di ruang operasi (OK), setelah pasien dilakukan anestesi general (bius umum), dokter melihat corpus alienum tersebut dengan metode oesophaguscopi. Dokter spesialis THT menemukan benda asing di kerongkongannya, namun karena pertimbangan bahwa benda asing tersebut ukurannya cukup besar, dan jika dikeluarkan dari tenggorokan akan dapat melukai tenggorok dan mengakibatkan perdarahan, maka diputuskanlah oleh dokter THT untuk tidak mengeluarkannya lewat mulut atau hidung. Akhirnya beliau memutuskan untuk mendorong benda asing tersebut ke dalam, dengan harapan benda asing tersebut dapat masuk ke lambung dan keluar lewat feses (kotoran manusia). Operasi selesai.

Kemudian keesokan harinya, dilakukan rontgen ulang untuk melihat posisi gigi palsu ibu post operasi, apakah sudah masuk lambung atau belum. Hasilnya seperti berikut: 

dok.pribadi. Perhatikan sisi melengkung (berbentuk C)
berwarna putih (radioopak) di kerongkongannya
Begini penjelasannya, ternyata yang kupahami awal adalah salah. Saat follow up sebelumnya, aku membayangkan melalui cerita ibu ini, bahwa yang ia telan saat makan pisang adalah "GIGI palsu". Tapi dari rontgen? Bentuknya huruf C dan itu besar, tentu bukanlah GIGI.. Jangan - jangan???

Tentu sudah terbayang ya? Ya, ibu ini bukan saja tertelan gigi palsu. Tapi beserta gusi palsunya juga -__-
Pantas saja ia merasa panas dan gatal di lehernya. Rasa panas dan gatal di tenggorokannya disebabkan karena ada benda asing di kerongkongannya. Jadi gigi palsu tidak bisa serta merta menempel di mulut, perlu ada gusi buatan yang juga melekat pada gusi asli. Nah, agar gampang dipahami, kita sebut saja sebagai gusi palsu dan gigi palsu ya. Gusi palsu umumnya terbuat dari bahan acrylic, yaitu bahan cetakan gusi untuk bagian luar dan bahan ini jika di-rontgen tentunya tidak akan menimbulkan bayangan putih atau radioopak. Sedangkan yang membentuk rangka gusi di bagian dalamnya agar berbentuk melengkung adalah sebuah kawat. So, yang membuat bayangan radioopak pada gambaran rontgen, dan dapat kita lihat sebagai lengkungan berbentuk "C", adalah bahan logam kawatnya

Bagaimana dengan posisinya? Posisi kawat gusi ibu ini ternyata masih berada di kerongkongannya dan belum masuk ke lambung. Harapan dokter sebelumnya adalah, ketika didorong ke dalam, maka akan masuk ke lambung. Ternyata belum, gusi palsu tersebut masih menyangkut di kerongkongannya. Sebelum operasi, posisi gusinya horizontal atau memalang. Setelah didorong, ada perubahan posisi menjadi sedikit miring sehingga memungkinkan untuk makanan atau minuman dapat masuk lewat kerongkongannya. Terbukti dengan setelah operasi dikerjakan, selang NGT tersebut bisa masuk dari hidung sampai ke lambung pasien.

Setelah menjelaskan kondisi pasien saat ini, dokter spesialis THT akhirnya menyarankan pasien ini untuk dirujuk ke Jakarta. Pertimbangannya adalah, kemampuan peralatan di rumah sakit ini yang belum memadai, sehingga untuk kasus corpus alienum seperti ini butuh penanganan yang lebih lanjut. Akhirnya, setelah berdiskusi dengan keluarganya, ibu ini akhirnya bersedia untuk dirujuk ke Jakarta.

------------

Tidak lama selesai visit, saatnya bimbingan...

Bimbingan pertama dengan dokter spesialis THT: dr. Fatah Satya Wibawa, Sp. THT-KL. Mmmm.. Rasanya, dag dig dug dueer.. Serius, ini bimbingan kami pertama kali. Materi baru sebatas membaca dan menghapal, belum bisa melakukan prosedur dengan benar, sumbernya pun "buku saku".. Benar - benar buku yang seukuran saku kecil, belum sempat membaca textbook-nya. Ah, koas selalu saja begitu, tempatnya salah dan khilaf. Tapi kami mau terus belajar dok. *nunduk* :')

Bimbingan pertama ini benar - benar luar biasa. Bagaiman tidak, metodenya seperti ujian lisan. Duduk melingkar, posisi dokter di tengah. Duduk yang tegap, tidak diperkenankan menunduk, contek - contek catatan pribadi, apalagi intip - intip buku saku sakti. Harus siap, karena bukan saatnya menghapal lagi kalau sudah waktunya bimbingan. Tapi di sini saatnya berdiskusi.

Dengan gaya kerennya, dokter menanyakan pertanyaan pertama,
Jelaskan prosedur pemeriksaan telinga!
Mulai dari kharisma menjawab,
Prosedur pemeriksaan telinga, Satu, siapkan alat, berupa sumber cahaya terarah atau head lamp, atau spekulum telinga dan otoskop. 
Apa kamu bilang? Coba ulangi..
Ya dok, prosedur pemeriksaan telinga, satu siapkan alat berupa sumber cahaya terarah atau head lamp dan spekulum telinga, atau otoskop.

Ya, kami mengangguk pelan. Dokter kemudian menjelaskan.
Yang benar, kalau bicara. Kalau kita sudah siapkan sumber cahaya terarah atau head lamp, maka kita perlu menyiapkan spekulum telinga. Tapi kalau sudah ada otoskop, tidak perlu lagi kita gunakan sumber cahaya/head lamp.
Lanjut, sebelahnya, jelaskan prosedur pemeriksaan telinga!
Ah, untung bukan aku. Kemudian rekanku yang ditunjuk menjawab,
Mmm..Prosedur pemeriksaan telinga, pertama siapkan peralatan, berupa headlamp, spekulum telinga, atau otoskop. Lalu, positioning pasien.
Kalau sudah ada kata pertama, jangan pakai lalu. Konsisten dong, pertama, kedua, ketiga, begitu seterusnya..
Dig dug duar, seketika hapalanku mendadak melayang, kali ini benar-benar grogi, padahal belum giliranku ditanya. Akhirnya, rekanku melanjutkan dan memperbaiki jawabaannya, (nampaknya ia kapok untuk menggunakan pertama, kedua, dan ketiga) hehe.
Maaf dok. Prosedur pemeriksaan telinga, siapkan peralatan berupa sumber cahaya tearah atau head lamp, spekulum telinga, atau otoskop. Kemudian positioning pasien. Lutut kanan pemeriksa bertemu dengan lutut kiri pemeriksa. Selanjutnya...
Coba sebelahnya lagi.. (dokter tiba-tiba memotong)
Baik dok, prosedur pemeriksaan telinga, Pertama siapkan alat, yaitu head lamp atau sumber cahaya terarah dan spekulum telinga, atau otoskop. Kedua, posisikan pasien. Untuk memeriksa telinga kanan, posisikan lutut pasien sebelah kanan bertemu lutut pasien sebelah kiri. Begitu pun sebaliknya....
Sebelahnya lagi..(dipotong lagi..)
Jawaban kami, 12 orang kurang lebih sama.. Ada yang salah dan mentok pada kata "Lutut pasien bertemu dengan lutut pemeriksa"... Dokter akhirnya menerangkan,
Positioning pasien yang benar adalah untuk memeriksa telinga kanan, tungkai kanan pemeriksa sejajar dengan tungkai kiri pemeriksa.
Aaah, tepat sekali dok! Terima kasih dok sudah meluruskan hapalan kami yang jadi kesalahan berjamaah para koas, tentu karena mengandalkan buku sakti tanpa kroscek lagi kebenarannya. hehe. Begitulah kurang lebih bimbingan itu berjalan dengan adrenalin yang terus terpacu. Keringet dingin tapi kudu staycool.

Bukan koas namanya kalau ga  belajar dari pengalaman, kini giliran aku yang ditanya,
Bagaimana prosedur pemeriksaan rhinoskopi posterior?
Prosedur pemeriksaan rhinoskopi posterior. Persiapkan alat, berupa cermin nasofaring, head lamp, tongue spatel, alat pemanas bisa berupa lilin atau bunsen. Kemudian informed consent kepada pasien tentang prosedur yang akan dikerjakan... (Diam sejenak sambil mengingat-ingat..) Selanjutnya... Minta pasien membuka mulutnya lebar - lebar. Salah satu tangan pemeriksa, dengan menggunakan tongue spatel, menekan lidah di bagian 2/3 anterior ke arah dasar mulut. Minta pasien bernapas lewat mulut.
 (Menghela napas dan melanjutkan) Dengan menggunakan tangan pemeriksa yang lain, ambil cermin nasofaring. Bakar cermin dengan menggunakan lilin....
Apa? Bakar kamu bilang? Kamu bakar sampai membara gitu cerminnya?
Mmm *glegek* Maaf dok --_--
Maaf dok, maksud saya hangatkan cermin nasofaring dengan lilin, agar tidak berembun dan jernih.....
Berembun? Jadi sebelumnya cermin nasofaringnya berembun? Mmm.. Kamu bilang jernih? Memangnya sebelumnya cermin nasofaring kamu berkabut?
Aaaaah..salah maning, seingatku begitu, dihangatkan agar tidak berembun dan agar tidak berkabut. Ternyata salah.. Karena melihat aku yang pucat pasi mungkin ya, akhirnya dokter meluruskan,
Cermin nasofaring dihangatkan di atas penghangat, bisa menggunakan lilin, bunsen, atau air panas, tujuannya bukan agar tidak berembun atau agar jernih (sambil melirik kepadaku), tapi agar mencegah kondensasi.
Begitulah kurang lebih suasananya, seru. Sejak saat itu, kami dilatih untuk berhati-hati dalam berbicara, harus dipikirkan dengan baik sebelum diucapkan. Karena setiap kata yang keluar dari mulut kita harus dapat dipertanggungjawabkan. Sistematis dalam berbicara. Kemudian, perlu dipahami bahwa tujuan kita berbicara adalah bukan membuat orang lain menjadi bingung, melainkan agar membuat orang lain mengerti terhadap apa yang kita bicarakan.

dok.pribadi. Sesaat setelah bimbingan usai.
Berucap syukur setelah bimbingan usai, alhamdulillah..


dok. pribadi. detik - detik setelah bimbingan
lihat, masih pada ngebul otak dan jantungnya hehe

Bimbingan kali ini adalah bimbingan terkeren sepanjang perjalanan menjadi koas. Jauh dari kata ngantuk, bosan, apalagi main - main. Rasanya, ada transfer semangat dari sang guru melalui cara beliau mengajar, ada transfer message pula dari beliau kepada kami bahwa memiliki kemampuan komunikasi yang baik menjadi amat penting, sehingga bisa mencerminkan tingkat pemahaman kita, baru sekedar tahu, hapal, paham, atau sudah menjadi kebiasaankah ilmu - ilmu tersebut. Itulah esensi dari ilmu yang bermanfaat.



1 comment:

  1. Keren kak ceritanya, thnks udah ngasih gambaran buat ane yg mau masuk coass :o

    ReplyDelete